Khusu' dalam Sholat - Terjemahan Karya Syaikh Abdullah bin Jaarullah
Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah, Robb Semesta Alam. Yang telah
menurunkan Al-Qur’an sebagai mu’jizat Rosul terakhir-Nya. Sebuah kitab yang
tidak memiliki keraguan di dalamnya, yang tidak mungkin ada seorangpun yang
mampu membuat semisalnya meskipun seluruh makhluk bekerja sama untuk
menandinginya.
Semoga sholawat
dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi
wa sallam. Seorang manusia yang mampu berakhlak dengan Al-Qur’an serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Semoga kita semua dimasukkan ke dalam
kelompok umatnya yang setia sampai akhir zaman.
Sholat merupakan
salah satu bentuk ibadah paling urgen di dalam ajaran Syari’at Islam. Bahkan
yang meninggalkannya diancam dengan kekafiran oleh Rasulullah ﷺ. Dan salah satu bentuk rasa perhatian kita terhadap ibadah ini
adalah dengan berusaha meleksanakannya dengan sebaik mungkin. Dengan
menyempurnakan seluruh rangkaian rukun dan sunnahnya serta menghadirkan rasa
khusyu’ di dalamnya.
Masalah khusyu’ di
dalam sholat bukanlah masalah baru bagi kaum muslimin. Para Ulama terdahulu
telah banyak membahasnya di dalam kitab-kitab yang mereka buat. Karena memang
menghadirkan khusyu’ di dalam sholat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Tulisan ini
hanyalah sebuah terjemahan dari sebuah kutaib (buku kecil) yang berjudul
asli “Al-Khusyu fii Ash-Sholah” yang ditulis oleh Syaikh Abdullah bin
Jaarillah. Kami berharap tulisan ini dapat sedikit memberikan gambaran
mengenai khusyu’ di dalam sholat dan bagaimana cara-cara untuk menggapainya.
Tentunya kekurangan masih banyak ditemukan di setiap sudut tulisan ini, maka
kritik dan saran yang membangun sangat kami tunggu kehadirannya.
Abdullah Arrasyid
Khusyuk di Dalam Sholat, Hadirnya Hati di Dalamnya dan
Menghilangkan Bisikan Syaitan
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan sholat sebagai tiang
agama dan menjadikannya sebagai tali ikatan yang kuat antara seorang hamba dan
Rabbnya. Sholawat nan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wa sallam, para keluarganya, serta semua
sahabat-sahabatnya.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan khusyu’ adalah ketundukan, merasa
hina dan ketenangan ketika melakukan suatu hal. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
“beruntunglah orang-orang
beriman, yaitu mereka yang mampu melaksanakan sholat dengan khusyuk” (Q.S. Al-Mu’minun
: 1-2)
Maksud dari ayat ini adalah sungguh telah menang, berbahagia, dan
sukses kaum muslimin yang mampu mensifati dirinya ketika melaksanakan sholat
dengan sifat yang telah Allah sebutkan di dalam ayat kedua dari surat
Al-Mu’minun tersebut, yaitu sifat khusyu’.
Adapun pengertian
dari khusyu di dalam Sholat adalah menghadirkan hati di dalamnya dan meluruskan
niat hanya untuk Allah semata, sebagai bentuk pengagungan dan kecintaan
kepada-Nya, serta merasa takut dari siksanya, mengharapkan pahalanya dan
merasakan kedekatan-Nya. Sehingga menjadikan hati dan jiwanya merasa tenang di
dalam sholat dan menjadikan seluruh gerakan sholatnya lebih teratur, tenang dan
santai. Juga merasa selalu diawasi dari setiap yang diucapkan dan dilakukan di
dalam sholatnya dari awal hingga akhir sehingga perasaan itu mampu membendung
setiap bisikan syaitan dan menghilangkan fikiran-fikiran yang datang ketika
sholat. Khusyu’ adalah ruh sholat dan tujuan terbesar dari sholat itu sendiri
sehingga orang yang sholat tanpa adanya kekhusyukan bagaikan orang mati tanpa
adanya ruh.
Khusyu’nya Hati
Pondasi
kekhusyu’an adalah khusyu’nya hati, yang mana hati merupakan pengendali dari
seluruh anggota badan yang lainnya. Maka apabila hati telah khusyu’ akan secara
otomatis khusyu’ pulalah seluruh anggota badan lainnya. Suatu ketika Sa’id bin
Musayyib melihat seorang pemuda yang tidak serius dengan sholatnya, kemudian
beliau berkata:
لو خشع قلب هذا
لخشعت جوارحه
“Seandainya hati pemuda itu khusyu’ tentu akan khusyu’ pula
seluruh anggota badannya” (di dalam kitab Syarhu Sunnah)
Antara Syaitan dan Khusyu’
Tidaklah diterima
sholat seorang hamba melainkan dia harus menghadirkan hati dan akalnya di
dalamnya. Sedangkan syaitan sangat ingin menjadikan seorang hamba tidak mau
melaksanakan shalat sehingga akan masuk ke dalam neraka. Maka ketika ada
seorang hamba sedang melaksanakan shalat, syaitan akan berusaha sekuat tenaga
untuk membiskikkan hal-hal yang bisa membatalkan sholatnya atau mengurangi
kekhusyu’an di dalam sholatnya. Sebagaimana di dalam hadits:
إِنَّ الْعَبْدَ
لَيُصَلِّي فَمَا يُكْتَبُ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ، فَالتُّسْعُ،
فَالثُّمْنُ، فَالسُّبْعُ، حَتَّى تُكْتَبَ صَلَاتُهُ تَامَّةً (النسائي)
“sesungguhnya ada di antara seorang hamba yang melakukan sholat
namun tidak ditulis pahala baginya kecuali hanya 1/10 nya saja, atau 1/9 atau
1/8 atau 1/7 dari sholatnya sampai ada yang dituliskan pahala sholatnya secara
sempurna.” (H.R. Nasa’i)
Nabi Muhammad
shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat lemah lembutnya telah mengajarkan
kepada umatnya untuk membangun senjata yang kuat guna membentengi diri dari
musuh yang nyata yaitu syaitan. Contohnya sebagaimana ketika seorang muslim
keluar dari rumahnya diperintahkan untuk membaca doa:
بِسْمِ اللهِ,
آمَنْتُ بِالله, اِعْتصَمْتُ بِالله, توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله
“Dengan menyebut nama Allah, Aku beriman kepada Allah, telah Aku
serahkan segala urusan kepada Allah karena tiada daya dan upaya kecuali atas
pertolongan-Nya”
Jika seorang hamba
berkata demikian maka Allah akan berkata kepadanya, “Aku telah memberikan
hidayah kepadamu, Aku telah menjagamu dan mencukupimu” sehingga para syaitan
akan menyingkir dari hamba tersebut. (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i)
Demikian pula
ketika seorang hamba yang hendak masuk masjid diperintahkan untuk berdoa:
أعوذ بالله
العظيم وبوجهه الكريم وبسلطانه القديم من الشيطان الرجيم
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dan dengan
wajah-Nya yang mulia dan dengan kekuasaan-Nya yang abadi dari godaan syaitan
yang terkutuk”
Maka apabila seorang hamba mengakatan demikian syaitan akan berkata
“sungguh dia telah terjaga dariku sepanjang hari ini.” (Hadits hasan riwayat
Abu Dawud).
Maka sama halnya
dengan sholat, hendaknya seorang hamba memulai melaksanakan sholat dengan
perasaan menghadirkan Rabbnya di hadapannya, kemudian setelah membaca bacaan
istiftah diiringi dengan do’a:
أعوذ بالله
السميع العليم من الشيطان الرجيم
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui dari godaan syaitan yang terkutuk”
Setelah itu
hendaknya seseorang yang sedang melaksanakan sholat disibukkan fikirannya
dengan apa yang sedang dibaca, dikerjakan dan didengar apabila dia sebagai
ma’mum.
Ciri-Ciri Fisik
Orang yang Khusyu’
Diantara ciri-ciri
fisik orang yang khusu’ di dalam sholatnya adalah sebagai berikut:
1.
Tangan
kanan menggenggam pergelangan tangan kiri
2.
Memandang
ke arah tempat sujudnya dan haram hukumnya memandang ke arah langit (atas)
3.
Tidak
melirik ke arah kanan atau kiri
4.
Tidak
memperbanyak gerakan yang tidak diperlukan dengan bermain-main atau sibuk
dengan pakaiannya dan semua hal yang sejenisnya (peci, mukena, dll)
5.
Tidak membunyikan persendian jari-jari dan
menggabungkan (menyilangkan) jari-jari tangan.
Karena semua hal
yang telah kami sebutkan diatas menggambarkan ketidak khusyu’an seseorang. Ibnu
Abbas rodhiyallahu ‘anhu berkata:
ركعتان في تفكر
خير من قيام ليلة والقلب ساه (شرح السنة)
“dua
rokaat sholat dengan penuh kekhusyu’an itu lebih baik dari pada sholat semalam
suntuk tapi hatinya lalai” (kitab syarh sunnah)
Salman Al-Farisi mengatakan,
الصلاة مكيال
فمن وفى وفي له ومن طفف فقد علمتم ما قال الله فى المطففين (شرح السنة)
“sholat
itu bagaikan timbangan, maka sapa saja yang memenuhi takaran timbangannya maka
dia juga akan mendapat takaran yang penuh. Namun siapa saja yang menguranginya,
tentunya kalian sudah mengetahui apa yang Allah katakan di dalam surat
Al-Muthofifin, (celakalah orang-orang yang mengurangi takaran timbangan,
{Al-Muthofifin ayat ke-1})”
Dan Rasulullah ﷺ
telah menyampaikan di dalam haditsnya, “seburuk-buruk orang yang mencuri
adalah pencuri sholatnya sendiri” (H.R. Imam Ahmad). Yaitu adalah
orang-orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya dan tidak
menyempurnakan bacaan Al-Qur’an di dalamnya. Di dalam hadits lainnya Rasulullah
ﷺ bersabda,
إن الله ينصب
وجهه لوجه عبده في صلاته ما لم يلتفت (رواه الترمذي)
“sesungguhnya
Allah senantiasa mengarahkan wajahnya untuk memperhatikan wajah hambanya di
dalam sholatnya selama hamba tersebut tidak melirik.” (H.R. Tirmidzi)
Makna “melirik”
yang dilarang ketika sholat ada dua, pertama adalah melirik yang
dilakukan hati, artinya hatinya tidak fokus dan khusyu’ kepada Allah. sedangkan
kedua adalah meliriknya mata dan melihat ke arah lain selain arah tempat
sujud. Dan Allah akan senantiasa memperhatikan hambanya yang sedang sholat
selama hamba tersebut juga fokus dengan sholatnya. Namun apabila hati seorang
hamba tersebut sudah berpaling dan memikirkan selain Allah ketika sholatnya
maka Allah juga akan berpaling darinya.
Nabi Muhammad ﷺ
pernah ditanya tentang seorang hamba yang melirikkan pandangannya ketika
sholat, maka nabipun menjawab, “itu adalah sebuah curian yang dilakukan
syaitan atas seorang hamba dari sholatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam
riwayat yang lainnya Nabi ﷺ mengatakan, “janganlah kalian mengalihkan
pandangan (melirik) ketika sholat! Karena hal itu menghancurkan” (H.R. Tirmidzi).
Sesungguhnya seorang manusia diantara kita apabila hendak bertemu
dengan seorang raja atau seorang pemimpin tentunya dia akan berpenampilan
paling baik, dan menemuinya dengan penuh ketundukan dan kepatuhan. Dia akan
mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan sang raja. Dan itu
baru seorang raja, padahal seorang yang melakukan sholat pada hakikatnya dia
sedang menghadap Allah subhanahu wa ta’ala, Raja dari semua raja. Yang
pada saat itu Allah sedang memperhatikan apa yang diucapkan di dalam sholatnya,
dan mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Maka hendaknya seorang
hamba melakukannya dengan penuh rasa tunduk dan patuh, serta mengiringinya
dengan cinta, rasa takut tidak diterima sholatnya dan berharap sholatnya
diterima.
Sesungguhnya
sholat dengan segala rukunnya merupakan salah satu dari konsekuensi dari
keimanan kita kepada Allah dan ketaatan kita kepada-Nya. Semata-mata karena
menjalankan perintahn dan meninggalkan laranagn-Nya. Dan kita berusaha seumur
hidup kita gunakan hanya untuk beribadah kepada-Nya, di setiap tempat dan di
setiap waktu yang kita miliki.
Tingkatan Khusyu’
Imam Ibnul
Qoyyim Al-Jauzi di dalam kitabnya “Al-Wabil Ash-Shoyyib minal Kalimi
Ath-Thoyyib” mengatakan bahwa tingkatan manusia ketika melaksanakan sholat
ada lima;
Pertama;
tingkatan orang-orang yang mendzolimi dirinya sendiri. Yaitu orang-orang
yang tidak sempurna di dalam wudhunya, mengulur-ulur waktu pelaksanaannya, dan
tidak memperhatikan batasan-batasan serta rukun-rukunnya. Orang-orang ini
adalah orang-orang yang celaka, sebagaimana yang Allah sampaikan di dalam surat
Al-Ma’un.
Kedua;
yaitu orang-orang yang menjaga waktu dan cara pelaksanannya, juga
menyempurnakan wudhu dan setiap rukunnya, namun dia tidak bisa mengendalikan
hatinya dan fikirannya melayang terbawa bisikan syaitan. Mereka sholat namun
tidak mendapatkan pahala apapun, kecuali hanya sebagai penggugur kewajiban
saja.
Ketiga; yaitu
orang-orang yang menjaga waktu dan cara pelaksanannya, juga menyempurnakan
wudhu dan setiap rukunnya. Dan sepanjang sholatnya dia selalu berusaha dan
berjuang untuk membendung bisikan syaitan, agar syaitan tidak mampu mencuri
sebagian dari sholatnya. Maka dalam kondisi ini seorang hamba memperoleh pahala
dan jihad karena berjuang melawan hawa nafsunya. Mereka mendapatkan pahala
sesuai kadar kekhusyu’an di dalam sholatnya.
Keempat; yaitu
orang-orang yang mampu melaksanakan sholat dengan menyempurnakan setiap rukun
dan hak-hak sholat. Dan hatinya tenggelam di dalam kekhusyu’an sebagaimana yang
telah diperintahkan Allah dan Rosul-Nya. Mereka mendapatkan pahala penuh karena
mempu menghadirkan kekhusyu’an selama sholatnya.
Kelima; yaitu siapa saja yang ketika berdiri
untuk sholat, dia mampu meletakkan hatinya di hadapan Allah subhanahu wa
ta’ala. Dia senantiasa merasa Allah mengawasinya secara langsung, sehingga
mampu memenuhi hatinya dengan rasa cinta kepada-Nya, mengagungkan-Nya, bahkan
seakan-akan dia mampu menyaksikan Allah subhanahu wata’ala. Dan inilah
kualitas sholat yang paling sempurna.
Orang-orang inilah yang mendapatkan gelar hamba yang dekat dengan
Rabbnya, karena mereka memeliki keistimewaan mampu menjadikan sholat sebagai
penyejuk matanya dan tempat istirahat dari kelelahannya. Sebagaimana yang
Rasulullah ﷺ sampaikan kepada Bilal bin Robbah rodhiyallahu ‘anhu, “ya
Bilal! Istirahatkanlah kami dengan sholat!” (H.R. Imam Ahmad)
Di dalam hadits yang lain Rasulullah ﷺ mengatakan,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ
وَالطِّيبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ»
Dari sahabat Anas bin Malik bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda, “aku
dibuat cinta terhadap wangi-wangian dan wanita, dan dijadikan sholat sebagai
penyejuk mataku” (H.R. An-Nasa’i).
Siapapun yang
mampu menjadikan Allah sebagai penyejuk matanya maka Allah akan menjadikan dia
sebagai penyejuk mata seluruh manusia. Namun sebaliknya, siapa yang tidak bisa
menjadikan Allah sebagai penyejuk matanya, maka dia akan terlempar ke dalam
jurang dunia yang merugikan.
Sesungguhnya
seorang hamba hanya akan dikuatkan menghadapi seluruh bisikan syaitan ketika
dia mampu membendung dan mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, kalau sang
hamba tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya maka syaitan akan duduk tenang di
dalam hatinya. Maka bagaimana mungkin dia bisa terlepas dari bisikan syaitan
sedangkan syaitan sedang bersarang di dalam hatinya???
Sebab-sebab
diterimanya sholat
Sebagian Ulama mengatakan agar sholatnya seorang hamba diterima
oleh Allah subhanahu wata’ala hendaknya memenuhi empat syarat.
حضور القلب,
وشهود العقل, وخضوع الأركان, وخشوع الجوارح
“hadirnya
hati, sadarnya fikiran, sempurnanya gerakan, dan khusyu’nya anggota badan”
Siapa saja yang melaksanakan sholat tanpa menghadirkan hati, maka
dia adalah orang yang sedang bermain-main. Siapa saja yang melaksanakan sholat
tanpa menghadirkan akal maka dia adalah orang yang lupa, Siapa saja yang
melaksanakan sholat tanpa menyempurnakan gerakannya dia tidak menghayatinya,
Siapa saja yang melaksanakan sholat tanpa khusyu’nya anggota badan maka dia
adalah orang yang salah di dalam sholatnya. Namun siapa saja yang melaksanakan
sholat dengan memenuhi empat syarat diatas, dialah yang sholatnya sempurna.
Rasulullah ﷺ pernah berkata
kepada seseorang yeng meminta nasehat kepada beliau dengan nasehat yang
ringkas, “sholatlah dengan sholat terakhir” (H.R. Ibnu Majah). maksud
dari perkataan Rasulullah ﷺ ini adalah,
hendaknya ketika kamu melaksanakan sholat maka sempurnakanlah sholatmu
seakan-akan ini adalah sholat terakhir di dalam hidupmu.
Antara Khusyu’ Dzikir
Khusyu’ di dalam sholat adalah sebuah kondisi dimana seluruh
anggota badan tenang dan menikmati setiap gerakan sholat. Fikirannya fokus berkonsentrasi
penuh dengan bacaan sholat berupa dzikir-dzikir yang dipanjatkan, sedangkan
hatinya sibuk menghayati setiap bacaan yang keluar dari lisannya dengan
menghadirkan rasa takut kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya. Sholat
tidaklah sempurna tanpa hadirnya rasa khusyu’, meskipun mungkin secara dzohir
semua bacaan dan gerakan sholat telah sesuai dengan sunnah yang
Rasulullah ﷺ ajarkan.
Menghadirkan rasa
khusyu’ bukanlah sesuatu yang mudah, kecuali bagi orang-orang yang selalu
berusaha membersihkan hatinya, lisannya selalu basah karena dzikir
kepada Allah di setiap waktu dan hatinya lunak karena seringnya istighfar.
Sehingga Allah akan memberikan kepadanya iman yang memancar kuat dari dalam
hatinya, dan dia bisa merasakan ketenangan dan kemanisan dalam beribadah
seakan-akan melihat Allah dengan matanya.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ
آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
“Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),” (Q.S. Al-Hadid
: 16)
Dan Rasulullah ﷺ mengatakan,
الإِحْسَانُ أَنْ
تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ؛ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“ihsan
adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila
engkau tidak bisa membayangkan hal tersebut maka yakinlah bahwa Dia melihatmu”
Khusyu’ dan Hadirnya Hati
Khusyu’ yang sempurna akan didapatkan ketika seorang hamba
melaksanakan sholat dengan fokus hanya mengarahkan hati kepada Allah dan
menghadirkan perasaan mengagungkan Allah azza wa jalla. Senantiasa
merasa hina dan tidak berdaya di hadapan-Nya karena perasaan selalu diawasi Allah
oleh-Nya. Sehingga hatinya benar-benar berada di hadapan Allah subhanahu
wata’ala.
Para Ulama telah
bersepakat bahwa khusyu’ terletak di dalam hati. sedangkan hasilnya mampu
terlihat dari anggota badannya ketika melaksanakan sholat. Dan orang-orang yang
khusyu’ adalah orang-orang yang tunduk dan merasa takut kepada Allah. dikatakan
“khusyu” karena terpusatnya fikiran hanya pada sholatnya dan menolak
fikiran apapun selain sholat yang akan melintas di hati dan fikirannya.
Khusyu’ juga merupakan sebuah cara untuk melatih otak agar bisa
fokus terhadap suatu masalah, yang hal ini akan berefek besar terhadap
kesuksesan kehidupan seorang manusia di dunia. Dan Allah telah mengaitkan orang
beruntung dengan orang yang khusyu’ di dalam sholatnya. Hal ini menunjukkan
bahwasannya orang yang belum bisa khusyu’ di dalam sholatnya maka dia belum
tergolong ke dalam kelompok orang yang beruntung.
Sebagian dari hal-hal yang mampu membatalkan sholat adalah berkata
dengan sengaja, tertawa terbahak-bahak, makan dan minum, tersingkapnya aurat,
berpaling dari arah kiblat, banyak bermain-main di dalam sholat, dan berhadats.
Dan beberapa hal yang mampu menjauhkan diri dari syaitan adalah ta’awudz,
mengingkarinya, berkeyakinan akan kedurhakaannya, dan banyak berdzikir kepada
Allah azza wa jalla.
Wahai saudaraku
seiman… jagalah sholat wajibmu dengan menunaikan seluruh rangkaian gerakannya
dengan khusyu’, tepat pada waktunya, dan penuhilah rukun, wajib, dan sunnahnya
sehingga Allah juga akan menjagamu.
Rasulullah ﷺ telah
membuat perumpamaan bagi orang-orang yang senantiasa menjaga sholat lima
waktunya akan dihapuskan seluruh dosa-dosa kecilnya. Sebagaimana orang yang
memiliki sungai di depan pintu rumahnya dan mandi di dalamnya lima kali sehari.
Maka dapat dipastikan hilanglah seluruh kotoran tubuhnya. (H.R. Bukhari dan
Muslim).
وَالَّذِينَ هُمْ
عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ . أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ
Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di
surga lagi dimuliakan. (Q.S. Al-Ma’arij:34-35)
Ya Allah, masukkanlah kami dan semua kaum muslimin ke dalam
golongan orang-orang yang mampu menjaga sholatnya. Dan mendapatkan kemuliaan
dengan surga. Dan semoga sholawat dan sallam senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah ﷺ beserta seluruh keluarga, kerabat
dan sahabatnya.
Urgensi Khusyu’ dan Pengaruhnya
Sesungguhnya salah
satu penyebab kerasnya hati dan sulitnya tadabbur adalah hati yang
terkontaminasi dengan kotoran. Sehingga kotoran tersebut terbawa dan menutup
lunaknya hati ketika beribadah. Maka mustahil hati yang sudah sakit tersebut
dapat kembali sehat kecuali dengan membersihkan dan menghilangkan semua kotoran
tersebut.
Amirul mu’minin
Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu di dalam kitab Az-Zuhd berkata,
لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ
مَا شَبِعْتُمْ مِنْ كَلَامِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“seandainya
hati kalian bersih tentu kalian tidak akan pernah merasa kenyang dari membaca
Al-Qur’an”
Menurut Ibnul Qoyyim khusyu’ yang sesungguhnya adalah
Khusyu’nya Iman. Yaitu hati yang senantiasa tunduk kepada Allah dengan penuh
pengagungan, kepatuhan, rasa takut, malu dan cinta juga mengakui dan mensyukuri
semua nikmat yang Allah berikan. Sehingga kondisi hati tersebut akan diikuti
oleh anggota badan lainnya. (Kitab Ar-Ruh)
Salah satu bukti
akan urgensi khusyu’ adalah dijadikannya khusyu’ sebagai faktor terpenting dari
diterimanya sholat. Yang sholat itu sendiri merupakan Rukun Islam kedua setelah
Syahadatain. Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan,
إِنَّ الْعَبْدَ
لَيُصَلِّي الصَّلَاةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلَّا عُشْرُهَا، تُسْعُهَا، ثُمُنُهَا،
سُبُعُهَا، سُدُسُهَا، خُمُسُهَا، رُبُعُهَا، ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
“sungguh
ada diantara kalian seorang hamba yang melaksanakan sholat namun tidak
dituliskan pahala baginya kecuali hanya sepersepuluhnya atau sepersembilannya
atau seperdelapannya atau sepertujuhnya atau seperenamnya atau seperlimanya
atau seperempatnya atau sepertiganya atau setengahnya” (H.R. Ahmad)
Urgensi kedua adalah, hati yang khusyu’ akan terasa ringan untuk
melaksanakan sholat. Tidak hanya ringan bahkan sholat akan semakin menyejukkan
hatinya.
وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ
إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“dan
sholat merupakan suatu hal yang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”
(Q.S. Al-Baqarah ayat ke-45)
Imam As-Sa’di dalam
menafsirkan ayat ini mengatakan bahwasannya orang-orang yang khusyu’ akan merasa
sangat mudah mengerjakan sholat karena kekhusyu’an di dalam hatinya akan
menimbulkan perasaan takut dan mengharapkan ridho-Nya. Dan membuatnya sadar
bahwa sholat haruslah dikerjakan dengan ikhlas dan lapang dada jika ingin
mendapatkan pahala yang sempurna.
Sholat merupakan
sebuah ikatan hubungan kuat antara seorang hamba dengan Rabbnya. Yang mampu
menjadi tempat istirahat sejenak dari kesibukan dunia, juga menjadi washilah
untuk memohon hidayah dan pertolongan, serta meminta keistiqomahan di atas
jalan yang lurus.
Namun sayangnya, secara garis besar manusia terbagi menjadi dua
kelompok di dalam masalah ini. Sebagian kecil dari mereka, sholatnya mampu
berpengaruh besar terhadap dirinya dan menambah kedekatannya kepada Allah.
Adapun golongan mayoritas hanya menganggap sholat sebagai rutinitas harian
saja. Bahkan setiap bacaan dan gerakan sholatnya hanya sekedar gerakan saja,
tanpa adanya penghayatan di dalamnya. Padahal sholat yang diinginkan Islam
bukan hanya sekedar rangkaian perkatan dan gerakan saja, namun juga mewajibkan
penghayatan dan hadirnya hati di dalamnya.
Melihat dari kenyataan akan banyaknya kaum muslimin yang tidak
mampu menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholatnya, maka kami menganalisa ada
beberapa sebab-sebab yang mampu membantu seorang hamba untuk meraih sholat yang
sempurna. Yaitu sholat dengan hati dan anggota badannya yang mampu menguatkan
hubungan antara seorang hamba dan Rabbnya. Dan Allah telah memuji orang-orang
yang mampu melaksanakan sholat dengan khusyu’.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ
فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya. (Q.S.
Al-Mu’minun ayat 2-3)
Setelah kita membaca sebuah ayat yang mengatakan bahwasannya sholat
mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar (Q.S. Al-Ankabut
ayat 45), seharusnya kita bertanya kepada diri kita sendiri kenapa
kebanyakan kaum muslimin meskipun sudah rutin melaksanakan sholat masih saja
melaksanakan kemaksiatan? padahal seseorang yang mampu menghadirkan khusyu’ di
dalam sholatnya tidak mungkin akan melaksanakan kemaksiatan berdasarkan ayat
tersebut. Justru sholatnya akan membersihkan seluruh noda kotoran pada hatinya
dan membuatnya semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala.
Sebab-sebab yang membantu menghadirkan khusyu’ di dalam sholat
1.
Iman yang kuat.
Salah satu sebab utama agar seorang hamba mampu menghadirkan rasa
khusyu’ di dalam hatinya adalah dengan tertanamnya keimanan yang kuat di dalam
hatinya. Yang dengan iman itu dia akan benar-benar percaya bahwa di balik
hadirnya rasa khusyu’ ada kemuliaan yang agung di dunia maupun di akhirat. Juga
akan ada perasaan ketenangan dan kenyamanan yang tiada banding ketika khusyu’
benar-benar menyelimuti hatinya.
Adapun ayat dan hadits tentang kemuliaan ini begitu banyak,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sholatnya, (Q.S. Al-Mu’minun ayat 2-3)
عن عُثْمَانَ أنه
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَقُولُ مَا مِنَ
امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا
وَرُكُوعَهَا، إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ
يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ»
Dari Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu bahwasannya dia
berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “tidak ada seorang muslimpun
yang waktu sholat wajib teah datang, kemudian dia membaguskan wudhunya,
menyempurnakan gerakannya dan menghadirkan rasa khusyu’nya kecuali hal itu
merupakan penghapus seluruh kesalahan yang telah lalu baginya selama dia tidak
melaksanakan dosa besar.” (H.R. Muslim)
2.
Memperbanyak Membaca Al-Qur’an dan Dzikir
Sebab kedua dari hal-hal yang mempu membantu mendatangkan rasa
khusyu’ adalah dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, berdzikir dan istighfar.
Serta menjauhi perkataan yang sia-sia, sebagaimana yang diterangkan di dalam
hadits.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُكْثِرُوا
الكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ
قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ القَلْبُ القَاسِي»
رواه الترمذي
Dari Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda, “janganlah
kalian banyak berbicara dan melupakan dzikir karena banyak bicara akan
mengeraskan hati, dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah
orang yang berhati keras.” (H.R. Tirmidzi)
Sedangkan membaca
Al-Qur’an dan mentadaburinya merupakan sebab terbesar untuk melembutkan hati.
Sebagaimana yang telah Allah firmankan.
اللَّهُ نَزَّلَ
أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ
يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran
yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah. (Q.S. Az-Zumar
ayat 32)
Di samping itu,
membaca Al-Qur’an dan berdzikir juga merupakan benteng yang ampuh untuk
menghalau godaan dan bisikan syaitan. Yang dengan hilangnya bisikan tersebut
maka hati akan menjadi lebih tenteram dan khusyu’ dalam menjalani suatu ibadah.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ
اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. (Q.S. Ar-Ro’du ayat 28)
selain itu
memperbanyak dzikir kepada Allah juga merupakan kunci keberuntungan di dunia
maupun akhirat.
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. Al-Jum’ah ayat ke-10)
Namun pembahasan
kita kali ini bukanlah mengenai keutamaan dzikir. Kami sedikit menyinggungnya
karena dzikir merupakan salah satu sebab yang dapat membantu menghadirkan rasa
khusyu’ di dalam sholat. Di samping itu dzikir juga merupakan bentuk mujahadah
(kesungguhan) dan langkah awal untuk menghalau bisikan syaitan ketika
sholat. Yang nantinya perlawanan terhadap syaitan tersebut akan terus berlanjut
ketika memulai sholat hingga akhir sholatnya. Karena syaitan tidak akan
membiarkan seorang hamba dapat melaksanakan sholatnya dengan khusyu’ dan akan
selalu mencari cara untuk membuyarkan konsentrasinya. Namun tidak selayaknya
seorang hamba tersebut menyerah kepada syaitan sehingga syaitan dapat menguasai
pikiran dan hatinya.
Maka hendaknya
bagi seorang mushalli terus meningkatkan kualitas sholatnya. Apabila
sholatnya hari ini belum khusyu’ hendaknya dia memiliki keyakinan kuat bahwa
esok hari pasti dia bisa khusyu’. Jika sholatnya hari ini masih belum sempurna
kekhusyu’annya maka hendaknya dia meyakini besok bisa dia menyempurnakan rasa
khusyu’nya. Dan yang tak kalah penting adalah hendaknya kita selalu memohon
pertolongan kepada Allah untuk mempermudah urusan kita di dalam masalah ini.
3.
Selalu Bermuhasabah dan Merasa Diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla
Memperbanyak muhasabah (menghitung diri sendiri) serta mencela dan
menyesali kemaksiatan yang telah dikerjakan merupakan salah satu sebab yang
mampu menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholat. Sebagaimana yang telah Allah
perintahkan di dalam Al-Qur’an.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hasyr : 18)
Begitu pula dengan
perkataan Umar bin Khattab rodhiyallahu ‘anhu,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
, يَوْمَ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ
“Hitunglah dirimu sendiri
sebelum engkau dihitung, dan timbanglah dirimu sendiri sebelum engkau
ditimbang, dan hiasilah (persiapkan) dirimu untuk hari pertemuan yang besar
(hari kiamat), yaitu pada hari dimana setiap amalan yang akan ditampakkan tanpa
ada satu amalanpun yang terlewatkan.”
Disamping bermuhasabah hendaknya
kita juga selalu menjauhi kemaksiatan meskipun itu hal yang sepele. Contohnya
dengan tidak melihat ke arah yang dilarang untuk dilihat, menjaga lisan dari
perkataan yang menyakiti orang lain, dan tidak menggunakan pendengaran untuk
mendengarkan hal-hal yang dilarang. Justru sebaliknya, mata yang Allah
anugerahkan kepada kita hendaknya digunakan untuk melihat hal-hal yang
diperintahkan untuk dilihat, seperti Al-Qur’an dan buku-buku yang bermanfaat.
Telinga yang kita miliki hendaknya digunakan untuk mendengar suatu hal yang
baik dan bermanfaat.
Karena tidak diragukan lagi bahwa
kemaksiatan akan menghalangi seorang hamba dari manisnya ibadah. Maka seorang
muslim yang mengetahui bahwa dia sedang berada di dalam kubangan kemaksiatan seharusnya
segera bangkit untuk memperbaiki dirinya. Dan salah satu cara yang paling
efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan cara bermuhasabah.
4.
Mentadaburi
Al-Qur’an dan Dzikir yang Dibaca Ketika Sholat
Memahami dan
menghayati setiap bacaan sholat juga merupakan salah satu sebab hadirnya
khusyu’ di dalam sholat. Disamping itu tidak memalingkan pandangan dari tempat
sujud karena takut kepada Allah juga merupakan sebab yang lainnya. Karena sudah
sepantasnya seorang hamba merasa takut ketika berdiri di hadapan Sang Pencipta
ketika melaksanakan sholat. Sebagaimana yang telah Ibnul Qoyyim sampaikan
di dalam kitabnya Al-Fawaid hal.200.
للْعَبد بَين يَدي الله موقفان موقف بَين
يَدَيْهِ فِي الصَّلَاة وموقف بَين يَدَيْهِ يَوْم لِقَائِه فَمن قَامَ بِحَق
الْموقف الأول هوّن عَلَيْهِ الْموقف الآخر وَمن استهان بِهَذَا الْموقف وَلم
يوفّه حقّه شدّد عَلَيْهِ ذَلِك الْموقف
“Seorang hamba
berada di hadapan Allah ketika dalam dua kondisi. Pertama yaitu ketika dia sedang
melaksanan sholat, sedangkan kedua adalah ketika berdiri di hadapan Allah pada
hari kiamat. Maka siapa saja yang mampu berdiri dengan sempurna pada kondisi
yang pertama (kondisi sholat), pasti dia akan dimudahkan ketika pertemuan yang
kedua (hari kiamat). Namun sebaliknya, siapa saja yang meremehkan pertemuan
pertamanya maka pasti akan merasa kesulitan pada pertemuan keduanya.”
Maka sudah sepantasnya kita
memberikan hak-hak Allah ketika kita sedang berdiri di hadapannya. Yaitu dengan
melaksanakan sholat dengan tenang dan membayangkan bahwa sholat tersebut adalah
sholat yang terakhir. Seandainya setiap orang yang sholat mampu berbuat seperti
itu niscaya dia akan mampu menghadirkan khusyu’ di dalam sholatnya.
5.
Keinginan Kuat
Untuk Menghadirkan Hati
Sesungguhnya
rasa khusyu’ tidak akan mungkin bisa didapatkan kecuali dengan mengerahkan
konsentrasi hati untuk menghadirkannya. Sedangkan bisa atau tidaknya hati untuk
fokus terhadap sholat yang dikerjakannya sangat bergantung kepada tingkat keimanan
yang dimiliki. Semakin tinggi imannya terhadap akhirat dan menganggap hina
dunia maka semakin mudah pula dia meraih khusyu’ di dalam sholat.
6.
Berusaha
Merasakan Kemanisan Sholat
Ibnu Taimiyah
rohimahullah pernah mengabarkan tentang kelezatan yang bisa didapatkan ketika
sholat.
إن في الدنيا جنة من لم يدخلها لم يدخل جنة
الآخيرة
Sesungguhnya
di dunia ada sebuah surga (yaitu manisnya ibadah), siapapun yang tidak bisa
mendapatkan surga tersebut maka dia tidak akan bisa mendapatkan surga yang
sesungguhnya di akhirat.”
Dan sudah menjadi sebuah kepastian
bahwa mendapatkan surga dunia tersebut bukanlah suatu perkara yang mudah.
Sebagaimana yang pernah dituturkan Ibnul Qoyyim bahwasannya kelezatan
tersebut akan didapatkan ketika seorang hamba memiliki rasa cinta yang kuat
terhadap Allah subhanahu wata’ala. Dan rasa itu akan kembali pudar
bersamaan dengan lemahnya rasa cinta seorang hamba tersebut kepada Allah.
7.
Bersegera
Melaksanakan Sholat Ketika Sudah Masuk Waktunya
Bersegera
berangkat untuk melaksanakan sholat adalah salah satu usaha untuk mepersiapkan
hati sebelum menghadap Allah subhanahu wata’ala. Maka hendaknya seorang
muslim berangkat lebih awal ke masjid dan mempersiapkan diri disana dengan cara
membaca Al-Qur’an dan menghayatinya. Sehingga hal tersebut mampu memancing hati
untuk lebih mudah menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholatnya.
Tentu sangat
berbeda antara dua kondisi, yaitu seorang hamba yang mendatangi sholat tanpa
persiapan sebelumnya, bahkan beberapa saat sebelum sholat dia baru saja sibuk
dengan urusan dunianya. Dengan seorang hamba yang mempersiapkannya dengan baik,
bahkan dia sempatkan menyisihkan waktunya sebelum menghadap Allah dengan
membaca serta menghayati Firman-Nya. Tentu kondisi kedua ini jauh lebih
utama dibandingkan dengan yang pertama.
8.
Malu Kepada
Allah
Yaitu seorang
hamba merasa malu kepada Allah apabila dia menghadap Allah dalam kondisi kering
dari rasa khusyu’ dan takut. Maka perasaan malu inilah yang nantinya akan
mendorong hamba tersebut untuk bersungguh-sungguh di dalam ibadahnya. Sehingga
dari situ muncul perasaan takut dan khusyu’ kepada Allah.
9.
Belajar dari
Generasi Salaf
Belajarlah dari generasi salaful ummah tentang
bagaimana mereka mengamalkan sholat dan bagaimana tingkat kekhusyu’an mereka di
dalamnya!
Ibnu Taimiyah pernah
mengatakan bahwasannya suatu ketika seorang sholeh bernama Muslim bin Yasar sedang
mengerjakan sholat di dalam sebuah masjid kemudian masjid tersebut roboh. Namun
beliau tidak merasa dan tetap tenang dengan sholatnya, padahal orang-orang di
sekelilingnya lari berhamburan keluar masjid.
Kisah yang
lainnya adalah dari sahabat Abdullah bin Zubair rodhiyallahu ‘anhu. Bahwasannya
suatu hari beliau sholat di sebuah masjid kemudian ketika beliau dalam posisi
sujud datang serangan dari musuh yang menghancurkan masjid. Namun beliau masih
tenang dengan sujudnya dan tidak mengangkat kepalanya sedikitpun.
Itulah
sembilan sebab yang dengan izin Allah ta’ala mampu membantu seorang
hamba untuk menghadirkan khusyu’ di dalam sholatnya. Dan hanya kepada Allahlah
kita memohon kekuatan agar mampu selalu istiqomah di jalan ketaatan kepada-Nya.