Mei 2018

Rabu, 16 Mei 2018

Khusu' dalam Sholat - Terjemahan Karya Syaikh Abdullah bin Jaarullah





Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah, Robb Semesta Alam. Yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai mu’jizat Rosul terakhir-Nya. Sebuah kitab yang tidak memiliki keraguan di dalamnya, yang tidak mungkin ada seorangpun yang mampu membuat semisalnya meskipun seluruh makhluk bekerja sama untuk menandinginya.
            Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang manusia yang mampu berakhlak dengan Al-Qur’an serta mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Semoga kita semua dimasukkan ke dalam kelompok umatnya yang setia sampai akhir zaman.
            Sholat merupakan salah satu bentuk ibadah paling urgen di dalam ajaran Syari’at Islam. Bahkan yang meninggalkannya diancam dengan kekafiran oleh Rasulullah . Dan salah satu bentuk rasa perhatian kita terhadap ibadah ini adalah dengan berusaha meleksanakannya dengan sebaik mungkin. Dengan menyempurnakan seluruh rangkaian rukun dan sunnahnya serta menghadirkan rasa khusyu’ di dalamnya.
            Masalah khusyu’ di dalam sholat bukanlah masalah baru bagi kaum muslimin. Para Ulama terdahulu telah banyak membahasnya di dalam kitab-kitab yang mereka buat. Karena memang menghadirkan khusyu’ di dalam sholat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
            Tulisan ini hanyalah sebuah terjemahan dari sebuah kutaib (buku kecil) yang berjudul asli “Al-Khusyu fii Ash-Sholah” yang ditulis oleh Syaikh Abdullah bin Jaarillah. Kami berharap tulisan ini dapat sedikit memberikan gambaran mengenai khusyu’ di dalam sholat dan bagaimana cara-cara untuk menggapainya. Tentunya kekurangan masih banyak ditemukan di setiap sudut tulisan ini, maka kritik dan saran yang membangun sangat kami tunggu kehadirannya.


Abdullah Arrasyid

Khusyuk di Dalam Sholat, Hadirnya Hati di Dalamnya dan Menghilangkan Bisikan Syaitan
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan sholat sebagai tiang agama dan menjadikannya sebagai tali ikatan yang kuat antara seorang hamba dan Rabbnya. Sholawat nan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, para keluarganya, serta semua sahabat-sahabatnya.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan khusyu’ adalah ketundukan, merasa hina dan ketenangan ketika melakukan suatu hal. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
“beruntunglah orang-orang beriman, yaitu mereka yang mampu melaksanakan sholat dengan khusyuk” (Q.S. Al-Mu’minun : 1-2)
Maksud dari ayat ini adalah sungguh telah menang, berbahagia, dan sukses kaum muslimin yang mampu mensifati dirinya ketika melaksanakan sholat dengan sifat yang telah Allah sebutkan di dalam ayat kedua dari surat Al-Mu’minun tersebut, yaitu sifat khusyu’.
            Adapun pengertian dari khusyu di dalam Sholat adalah menghadirkan hati di dalamnya dan meluruskan niat hanya untuk Allah semata, sebagai bentuk pengagungan dan kecintaan kepada-Nya, serta merasa takut dari siksanya, mengharapkan pahalanya dan merasakan kedekatan-Nya. Sehingga menjadikan hati dan jiwanya merasa tenang di dalam sholat dan menjadikan seluruh gerakan sholatnya lebih teratur, tenang dan santai. Juga merasa selalu diawasi dari setiap yang diucapkan dan dilakukan di dalam sholatnya dari awal hingga akhir sehingga perasaan itu mampu membendung setiap bisikan syaitan dan menghilangkan fikiran-fikiran yang datang ketika sholat. Khusyu’ adalah ruh sholat dan tujuan terbesar dari sholat itu sendiri sehingga orang yang sholat tanpa adanya kekhusyukan bagaikan orang mati tanpa adanya ruh.

Khusyu’nya Hati
            Pondasi kekhusyu’an adalah khusyu’nya hati, yang mana hati merupakan pengendali dari seluruh anggota badan yang lainnya. Maka apabila hati telah khusyu’ akan secara otomatis khusyu’ pulalah seluruh anggota badan lainnya. Suatu ketika Sa’id bin Musayyib melihat seorang pemuda yang tidak serius dengan sholatnya, kemudian beliau berkata:
لو خشع قلب هذا لخشعت جوارحه
“Seandainya hati pemuda itu khusyu’ tentu akan khusyu’ pula seluruh anggota badannya” (di dalam kitab Syarhu Sunnah)

Antara Syaitan dan Khusyu’
            Tidaklah diterima sholat seorang hamba melainkan dia harus menghadirkan hati dan akalnya di dalamnya. Sedangkan syaitan sangat ingin menjadikan seorang hamba tidak mau melaksanakan shalat sehingga akan masuk ke dalam neraka. Maka ketika ada seorang hamba sedang melaksanakan shalat, syaitan akan berusaha sekuat tenaga untuk membiskikkan hal-hal yang bisa membatalkan sholatnya atau mengurangi kekhusyu’an di dalam sholatnya. Sebagaimana di dalam hadits:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّي فَمَا يُكْتَبُ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ، فَالتُّسْعُ، فَالثُّمْنُ، فَالسُّبْعُ، حَتَّى تُكْتَبَ صَلَاتُهُ تَامَّةً (النسائي)
“sesungguhnya ada di antara seorang hamba yang melakukan sholat namun tidak ditulis pahala baginya kecuali hanya 1/10 nya saja, atau 1/9 atau 1/8 atau 1/7 dari sholatnya sampai ada yang dituliskan pahala sholatnya secara sempurna.” (H.R. Nasa’i)
            Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat lemah lembutnya telah mengajarkan kepada umatnya untuk membangun senjata yang kuat guna membentengi diri dari musuh yang nyata yaitu syaitan. Contohnya sebagaimana ketika seorang muslim keluar dari rumahnya diperintahkan untuk membaca doa:
بِسْمِ اللهِ, آمَنْتُ بِالله, اِعْتصَمْتُ بِالله, توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله
“Dengan menyebut nama Allah, Aku beriman kepada Allah, telah Aku serahkan segala urusan kepada Allah karena tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan-Nya”
            Jika seorang hamba berkata demikian maka Allah akan berkata kepadanya, “Aku telah memberikan hidayah kepadamu, Aku telah menjagamu dan mencukupimu” sehingga para syaitan akan menyingkir dari hamba tersebut. (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i)
            Demikian pula ketika seorang hamba yang hendak masuk masjid diperintahkan untuk berdoa:
أعوذ بالله العظيم وبوجهه الكريم وبسلطانه القديم من الشيطان الرجيم
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dan dengan wajah-Nya yang mulia dan dengan kekuasaan-Nya yang abadi dari godaan syaitan yang terkutuk”
Maka apabila seorang hamba mengakatan demikian syaitan akan berkata “sungguh dia telah terjaga dariku sepanjang hari ini.” (Hadits hasan riwayat Abu Dawud).
            Maka sama halnya dengan sholat, hendaknya seorang hamba memulai melaksanakan sholat dengan perasaan menghadirkan Rabbnya di hadapannya, kemudian setelah membaca bacaan istiftah diiringi dengan do’a:
أعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari godaan syaitan yang terkutuk”
            Setelah itu hendaknya seseorang yang sedang melaksanakan sholat disibukkan fikirannya dengan apa yang sedang dibaca, dikerjakan dan didengar apabila dia sebagai ma’mum.

          Ciri-Ciri Fisik Orang yang Khusyu’
            Diantara ciri-ciri fisik orang yang khusu’ di dalam sholatnya adalah sebagai berikut:
1.      Tangan kanan menggenggam pergelangan tangan kiri
2.      Memandang ke arah tempat sujudnya dan haram hukumnya memandang ke arah langit (atas)
3.      Tidak melirik ke arah kanan atau kiri
4.      Tidak memperbanyak gerakan yang tidak diperlukan dengan bermain-main atau sibuk dengan pakaiannya dan semua hal yang sejenisnya (peci, mukena, dll)
5.       Tidak membunyikan persendian jari-jari dan menggabungkan (menyilangkan) jari-jari tangan.
            Karena semua hal yang telah kami sebutkan diatas menggambarkan ketidak khusyu’an seseorang. Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhu berkata:
ركعتان في تفكر خير من قيام ليلة والقلب ساه (شرح السنة)
“dua rokaat sholat dengan penuh kekhusyu’an itu lebih baik dari pada sholat semalam suntuk tapi hatinya lalai” (kitab syarh sunnah)
Salman Al-Farisi mengatakan,
الصلاة مكيال فمن وفى وفي له ومن طفف فقد علمتم ما قال الله فى المطففين (شرح السنة)
“sholat itu bagaikan timbangan, maka sapa saja yang memenuhi takaran timbangannya maka dia juga akan mendapat takaran yang penuh. Namun siapa saja yang menguranginya, tentunya kalian sudah mengetahui apa yang Allah katakan di dalam surat Al-Muthofifin, (celakalah orang-orang yang mengurangi takaran timbangan, {Al-Muthofifin ayat ke-1})”
            Dan Rasulullah ﷺ telah menyampaikan di dalam haditsnya, “seburuk-buruk orang yang mencuri adalah pencuri sholatnya sendiri” (H.R. Imam Ahmad). Yaitu adalah orang-orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya dan tidak menyempurnakan bacaan Al-Qur’an di dalamnya. Di dalam hadits lainnya Rasulullah ﷺ bersabda,
إن الله ينصب وجهه لوجه عبده في صلاته ما لم يلتفت (رواه الترمذي)
“sesungguhnya Allah senantiasa mengarahkan wajahnya untuk memperhatikan wajah hambanya di dalam sholatnya selama hamba tersebut tidak melirik.” (H.R. Tirmidzi)
            Makna “melirik” yang dilarang ketika sholat ada dua, pertama adalah melirik yang dilakukan hati, artinya hatinya tidak fokus dan khusyu’ kepada Allah. sedangkan kedua adalah meliriknya mata dan melihat ke arah lain selain arah tempat sujud. Dan Allah akan senantiasa memperhatikan hambanya yang sedang sholat selama hamba tersebut juga fokus dengan sholatnya. Namun apabila hati seorang hamba tersebut sudah berpaling dan memikirkan selain Allah ketika sholatnya maka Allah juga akan berpaling darinya.
            Nabi Muhammad ﷺ pernah ditanya tentang seorang hamba yang melirikkan pandangannya ketika sholat, maka nabipun menjawab, “itu adalah sebuah curian yang dilakukan syaitan atas seorang hamba dari sholatnya” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat yang lainnya Nabi ﷺ mengatakan, “janganlah kalian mengalihkan pandangan (melirik) ketika sholat! Karena hal itu menghancurkan” (H.R. Tirmidzi).
            Sesungguhnya seorang manusia diantara kita apabila hendak bertemu dengan seorang raja atau seorang pemimpin tentunya dia akan berpenampilan paling baik, dan menemuinya dengan penuh ketundukan dan kepatuhan. Dia akan mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan sang raja. Dan itu baru seorang raja, padahal seorang yang melakukan sholat pada hakikatnya dia sedang menghadap Allah subhanahu wa ta’ala, Raja dari semua raja. Yang pada saat itu Allah sedang memperhatikan apa yang diucapkan di dalam sholatnya, dan mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Maka hendaknya seorang hamba melakukannya dengan penuh rasa tunduk dan patuh, serta mengiringinya dengan cinta, rasa takut tidak diterima sholatnya dan berharap sholatnya diterima.
            Sesungguhnya sholat dengan segala rukunnya merupakan salah satu dari konsekuensi dari keimanan kita kepada Allah dan ketaatan kita kepada-Nya. Semata-mata karena menjalankan perintahn dan meninggalkan laranagn-Nya. Dan kita berusaha seumur hidup kita gunakan hanya untuk beribadah kepada-Nya, di setiap tempat dan di setiap waktu yang kita miliki.

          Tingkatan Khusyu’
            Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauzi di dalam kitabnya “Al-Wabil Ash-Shoyyib minal Kalimi Ath-Thoyyib” mengatakan bahwa tingkatan manusia ketika melaksanakan sholat ada lima;
            Pertama; tingkatan orang-orang yang mendzolimi dirinya sendiri. Yaitu orang-orang yang tidak sempurna di dalam wudhunya, mengulur-ulur waktu pelaksanaannya, dan tidak memperhatikan batasan-batasan serta rukun-rukunnya. Orang-orang ini adalah orang-orang yang celaka, sebagaimana yang Allah sampaikan di dalam surat Al-Ma’un.
            Kedua; yaitu orang-orang yang menjaga waktu dan cara pelaksanannya, juga menyempurnakan wudhu dan setiap rukunnya, namun dia tidak bisa mengendalikan hatinya dan fikirannya melayang terbawa bisikan syaitan. Mereka sholat namun tidak mendapatkan pahala apapun, kecuali hanya sebagai penggugur kewajiban saja.
            Ketiga; yaitu orang-orang yang menjaga waktu dan cara pelaksanannya, juga menyempurnakan wudhu dan setiap rukunnya. Dan sepanjang sholatnya dia selalu berusaha dan berjuang untuk membendung bisikan syaitan, agar syaitan tidak mampu mencuri sebagian dari sholatnya. Maka dalam kondisi ini seorang hamba memperoleh pahala dan jihad karena berjuang melawan hawa nafsunya. Mereka mendapatkan pahala sesuai kadar kekhusyu’an di dalam sholatnya.
            Keempat; yaitu orang-orang yang mampu melaksanakan sholat dengan menyempurnakan setiap rukun dan hak-hak sholat. Dan hatinya tenggelam di dalam kekhusyu’an sebagaimana yang telah diperintahkan Allah dan Rosul-Nya. Mereka mendapatkan pahala penuh karena mempu menghadirkan kekhusyu’an selama sholatnya.
Kelima; yaitu siapa saja yang ketika berdiri untuk sholat, dia mampu meletakkan hatinya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Dia senantiasa merasa Allah mengawasinya secara langsung, sehingga mampu memenuhi hatinya dengan rasa cinta kepada-Nya, mengagungkan-Nya, bahkan seakan-akan dia mampu menyaksikan Allah subhanahu wata’ala. Dan inilah kualitas sholat yang paling sempurna.
Orang-orang inilah yang mendapatkan gelar hamba yang dekat dengan Rabbnya, karena mereka memeliki keistimewaan mampu menjadikan sholat sebagai penyejuk matanya dan tempat istirahat dari kelelahannya. Sebagaimana yang Rasulullah ﷺ sampaikan kepada Bilal bin Robbah rodhiyallahu ‘anhu, “ya Bilal! Istirahatkanlah kami dengan sholat!” (H.R. Imam Ahmad)
Di dalam hadits yang lain Rasulullah ﷺ mengatakan,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «حُبِّبَ إِلَيَّ النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ»
Dari sahabat Anas bin Malik bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda, “aku dibuat cinta terhadap wangi-wangian dan wanita, dan dijadikan sholat sebagai penyejuk mataku” (H.R. An-Nasa’i).
            Siapapun yang mampu menjadikan Allah sebagai penyejuk matanya maka Allah akan menjadikan dia sebagai penyejuk mata seluruh manusia. Namun sebaliknya, siapa yang tidak bisa menjadikan Allah sebagai penyejuk matanya, maka dia akan terlempar ke dalam jurang dunia yang merugikan.
            Sesungguhnya seorang hamba hanya akan dikuatkan menghadapi seluruh bisikan syaitan ketika dia mampu membendung dan mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, kalau sang hamba tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya maka syaitan akan duduk tenang di dalam hatinya. Maka bagaimana mungkin dia bisa terlepas dari bisikan syaitan sedangkan syaitan sedang bersarang di dalam hatinya???

          Sebab-sebab diterimanya sholat
            Sebagian Ulama mengatakan agar sholatnya seorang hamba diterima oleh Allah subhanahu wata’ala hendaknya memenuhi empat syarat.
حضور القلب, وشهود العقل, وخضوع الأركان, وخشوع الجوارح
“hadirnya hati, sadarnya fikiran, sempurnanya gerakan, dan khusyu’nya anggota badan”
Siapa saja yang melaksanakan sholat tanpa menghadirkan hati, maka dia adalah orang yang sedang bermain-main. Siapa saja yang melaksanakan sholat tanpa menghadirkan akal maka dia adalah orang yang lupa, Siapa saja yang melaksanakan sholat tanpa menyempurnakan gerakannya dia tidak menghayatinya, Siapa saja yang melaksanakan sholat tanpa khusyu’nya anggota badan maka dia adalah orang yang salah di dalam sholatnya. Namun siapa saja yang melaksanakan sholat dengan memenuhi empat syarat diatas, dialah yang sholatnya sempurna.
Rasulullah pernah berkata kepada seseorang yeng meminta nasehat kepada beliau dengan nasehat yang ringkas, “sholatlah dengan sholat terakhir” (H.R. Ibnu Majah). maksud dari perkataan Rasulullah ini adalah, hendaknya ketika kamu melaksanakan sholat maka sempurnakanlah sholatmu seakan-akan ini adalah sholat terakhir di dalam hidupmu.

          Antara Khusyu’ Dzikir
            Khusyu’ di dalam sholat adalah sebuah kondisi dimana seluruh anggota badan tenang dan menikmati setiap gerakan sholat. Fikirannya fokus berkonsentrasi penuh dengan bacaan sholat berupa dzikir-dzikir yang dipanjatkan, sedangkan hatinya sibuk menghayati setiap bacaan yang keluar dari lisannya dengan menghadirkan rasa takut kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya. Sholat tidaklah sempurna tanpa hadirnya rasa khusyu’, meskipun mungkin secara dzohir semua bacaan dan gerakan sholat telah sesuai dengan sunnah yang Rasulullah ﷺ ajarkan.
            Menghadirkan rasa khusyu’ bukanlah sesuatu yang mudah, kecuali bagi orang-orang yang selalu berusaha membersihkan hatinya, lisannya selalu basah karena dzikir kepada Allah di setiap waktu dan hatinya lunak karena seringnya istighfar. Sehingga Allah akan memberikan kepadanya iman yang memancar kuat dari dalam hatinya, dan dia bisa merasakan ketenangan dan kemanisan dalam beribadah seakan-akan melihat Allah dengan matanya.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),” (Q.S. Al-Hadid : 16)
Dan Rasulullah ﷺ mengatakan,
الإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ؛ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak bisa membayangkan hal tersebut maka yakinlah bahwa Dia melihatmu”

Khusyu’ dan Hadirnya Hati
            Khusyu’ yang sempurna akan didapatkan ketika seorang hamba melaksanakan sholat dengan fokus hanya mengarahkan hati kepada Allah dan menghadirkan perasaan mengagungkan Allah azza wa jalla. Senantiasa merasa hina dan tidak berdaya di hadapan-Nya karena perasaan selalu diawasi Allah oleh-Nya. Sehingga hatinya benar-benar berada di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
            Para Ulama telah bersepakat bahwa khusyu’ terletak di dalam hati. sedangkan hasilnya mampu terlihat dari anggota badannya ketika melaksanakan sholat. Dan orang-orang yang khusyu’ adalah orang-orang yang tunduk dan merasa takut kepada Allah. dikatakan “khusyu” karena terpusatnya fikiran hanya pada sholatnya dan menolak fikiran apapun selain sholat yang akan melintas di hati dan fikirannya.
Khusyu’ juga merupakan sebuah cara untuk melatih otak agar bisa fokus terhadap suatu masalah, yang hal ini akan berefek besar terhadap kesuksesan kehidupan seorang manusia di dunia. Dan Allah telah mengaitkan orang beruntung dengan orang yang khusyu’ di dalam sholatnya. Hal ini menunjukkan bahwasannya orang yang belum bisa khusyu’ di dalam sholatnya maka dia belum tergolong ke dalam kelompok orang yang beruntung.
Sebagian dari hal-hal yang mampu membatalkan sholat adalah berkata dengan sengaja, tertawa terbahak-bahak, makan dan minum, tersingkapnya aurat, berpaling dari arah kiblat, banyak bermain-main di dalam sholat, dan berhadats. Dan beberapa hal yang mampu menjauhkan diri dari syaitan adalah ta’awudz, mengingkarinya, berkeyakinan akan kedurhakaannya, dan banyak berdzikir kepada Allah azza wa jalla.
            Wahai saudaraku seiman… jagalah sholat wajibmu dengan menunaikan seluruh rangkaian gerakannya dengan khusyu’, tepat pada waktunya, dan penuhilah rukun, wajib, dan sunnahnya sehingga Allah juga akan menjagamu.
            Rasulullah ﷺ telah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang senantiasa menjaga sholat lima waktunya akan dihapuskan seluruh dosa-dosa kecilnya. Sebagaimana orang yang memiliki sungai di depan pintu rumahnya dan mandi di dalamnya lima kali sehari. Maka dapat dipastikan hilanglah seluruh kotoran tubuhnya. (H.R. Bukhari dan Muslim).
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ . أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ
Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. (Q.S. Al-Ma’arij:34-35)
Ya Allah, masukkanlah kami dan semua kaum muslimin ke dalam golongan orang-orang yang mampu menjaga sholatnya. Dan mendapatkan kemuliaan dengan surga. Dan semoga sholawat dan sallam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah beserta seluruh keluarga, kerabat dan sahabatnya.

Urgensi Khusyu’ dan Pengaruhnya
            Sesungguhnya salah satu penyebab kerasnya hati dan sulitnya tadabbur adalah hati yang terkontaminasi dengan kotoran. Sehingga kotoran tersebut terbawa dan menutup lunaknya hati ketika beribadah. Maka mustahil hati yang sudah sakit tersebut dapat kembali sehat kecuali dengan membersihkan dan menghilangkan semua kotoran tersebut.
            Amirul mu’minin Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu di dalam kitab Az-Zuhd berkata,
 لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُكُمْ مَا شَبِعْتُمْ مِنْ كَلَامِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“seandainya hati kalian bersih tentu kalian tidak akan pernah merasa kenyang dari membaca Al-Qur’an”
            Menurut Ibnul Qoyyim khusyu’ yang sesungguhnya adalah Khusyu’nya Iman. Yaitu hati yang senantiasa tunduk kepada Allah dengan penuh pengagungan, kepatuhan, rasa takut, malu dan cinta juga mengakui dan mensyukuri semua nikmat yang Allah berikan. Sehingga kondisi hati tersebut akan diikuti oleh anggota badan lainnya. (Kitab Ar-Ruh)
            Salah satu bukti akan urgensi khusyu’ adalah dijadikannya khusyu’ sebagai faktor terpenting dari diterimanya sholat. Yang sholat itu sendiri merupakan Rukun Islam kedua setelah Syahadatain. Rasulullah ﷺ pernah menyampaikan,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّي الصَّلَاةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلَّا عُشْرُهَا، تُسْعُهَا، ثُمُنُهَا، سُبُعُهَا، سُدُسُهَا، خُمُسُهَا، رُبُعُهَا، ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
“sungguh ada diantara kalian seorang hamba yang melaksanakan sholat namun tidak dituliskan pahala baginya kecuali hanya sepersepuluhnya atau sepersembilannya atau seperdelapannya atau sepertujuhnya atau seperenamnya atau seperlimanya atau seperempatnya atau sepertiganya atau setengahnya” (H.R. Ahmad)
Urgensi kedua adalah, hati yang khusyu’ akan terasa ringan untuk melaksanakan sholat. Tidak hanya ringan bahkan sholat akan semakin menyejukkan hatinya.
وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“dan sholat merupakan suatu hal yang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (Q.S. Al-Baqarah ayat ke-45)
            Imam As-Sa’di dalam menafsirkan ayat ini mengatakan bahwasannya orang-orang yang khusyu’ akan merasa sangat mudah mengerjakan sholat karena kekhusyu’an di dalam hatinya akan menimbulkan perasaan takut dan mengharapkan ridho-Nya. Dan membuatnya sadar bahwa sholat haruslah dikerjakan dengan ikhlas dan lapang dada jika ingin mendapatkan pahala yang sempurna.
            Sholat merupakan sebuah ikatan hubungan kuat antara seorang hamba dengan Rabbnya. Yang mampu menjadi tempat istirahat sejenak dari kesibukan dunia, juga menjadi washilah untuk memohon hidayah dan pertolongan, serta meminta keistiqomahan di atas jalan yang lurus.
Namun sayangnya, secara garis besar manusia terbagi menjadi dua kelompok di dalam masalah ini. Sebagian kecil dari mereka, sholatnya mampu berpengaruh besar terhadap dirinya dan menambah kedekatannya kepada Allah. Adapun golongan mayoritas hanya menganggap sholat sebagai rutinitas harian saja. Bahkan setiap bacaan dan gerakan sholatnya hanya sekedar gerakan saja, tanpa adanya penghayatan di dalamnya. Padahal sholat yang diinginkan Islam bukan hanya sekedar rangkaian perkatan dan gerakan saja, namun juga mewajibkan penghayatan dan hadirnya hati di dalamnya.
Melihat dari kenyataan akan banyaknya kaum muslimin yang tidak mampu menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholatnya, maka kami menganalisa ada beberapa sebab-sebab yang mampu membantu seorang hamba untuk meraih sholat yang sempurna. Yaitu sholat dengan hati dan anggota badannya yang mampu menguatkan hubungan antara seorang hamba dan Rabbnya. Dan Allah telah memuji orang-orang yang mampu melaksanakan sholat dengan khusyu’.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya. (Q.S. Al-Mu’minun ayat 2-3)
Setelah kita membaca sebuah ayat yang mengatakan bahwasannya sholat mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar (Q.S. Al-Ankabut ayat 45), seharusnya kita bertanya kepada diri kita sendiri kenapa kebanyakan kaum muslimin meskipun sudah rutin melaksanakan sholat masih saja melaksanakan kemaksiatan? padahal seseorang yang mampu menghadirkan khusyu’ di dalam sholatnya tidak mungkin akan melaksanakan kemaksiatan berdasarkan ayat tersebut. Justru sholatnya akan membersihkan seluruh noda kotoran pada hatinya dan membuatnya semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sebab-sebab yang membantu menghadirkan khusyu’ di dalam sholat
1.      Iman yang kuat.
Salah satu sebab utama agar seorang hamba mampu menghadirkan rasa khusyu’ di dalam hatinya adalah dengan tertanamnya keimanan yang kuat di dalam hatinya. Yang dengan iman itu dia akan benar-benar percaya bahwa di balik hadirnya rasa khusyu’ ada kemuliaan yang agung di dunia maupun di akhirat. Juga akan ada perasaan ketenangan dan kenyamanan yang tiada banding ketika khusyu’ benar-benar menyelimuti hatinya.
Adapun ayat dan hadits tentang kemuliaan ini begitu banyak,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ . الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya, (Q.S. Al-Mu’minun ayat 2-3)

عن عُثْمَانَ أنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَقُولُ مَا مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا، إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ»
Dari Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu bahwasannya dia berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “tidak ada seorang muslimpun yang waktu sholat wajib teah datang, kemudian dia membaguskan wudhunya, menyempurnakan gerakannya dan menghadirkan rasa khusyu’nya kecuali hal itu merupakan penghapus seluruh kesalahan yang telah lalu baginya selama dia tidak melaksanakan dosa besar.” (H.R. Muslim)

2.      Memperbanyak Membaca Al-Qur’an dan Dzikir
Sebab kedua dari hal-hal yang mempu membantu mendatangkan rasa khusyu’ adalah dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, berdzikir dan istighfar. Serta menjauhi perkataan yang sia-sia, sebagaimana yang diterangkan di dalam hadits.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا تُكْثِرُوا الكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ القَلْبُ القَاسِي» رواه الترمذي
Dari Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda, “janganlah kalian banyak berbicara dan melupakan dzikir karena banyak bicara akan mengeraskan hati, dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.” (H.R. Tirmidzi)
            Sedangkan membaca Al-Qur’an dan mentadaburinya merupakan sebab terbesar untuk melembutkan hati. Sebagaimana yang telah Allah firmankan.
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. (Q.S. Az-Zumar ayat 32)
            Di samping itu, membaca Al-Qur’an dan berdzikir juga merupakan benteng yang ampuh untuk menghalau godaan dan bisikan syaitan. Yang dengan hilangnya bisikan tersebut maka hati akan menjadi lebih tenteram dan khusyu’ dalam menjalani suatu ibadah.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S. Ar-Ro’du ayat 28)
            selain itu memperbanyak dzikir kepada Allah juga merupakan kunci keberuntungan di dunia maupun akhirat.
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S. Al-Jum’ah ayat ke-10)
            Namun pembahasan kita kali ini bukanlah mengenai keutamaan dzikir. Kami sedikit menyinggungnya karena dzikir merupakan salah satu sebab yang dapat membantu menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholat. Di samping itu dzikir juga merupakan bentuk mujahadah (kesungguhan) dan langkah awal untuk menghalau bisikan syaitan ketika sholat. Yang nantinya perlawanan terhadap syaitan tersebut akan terus berlanjut ketika memulai sholat hingga akhir sholatnya. Karena syaitan tidak akan membiarkan seorang hamba dapat melaksanakan sholatnya dengan khusyu’ dan akan selalu mencari cara untuk membuyarkan konsentrasinya. Namun tidak selayaknya seorang hamba tersebut menyerah kepada syaitan sehingga syaitan dapat menguasai pikiran dan hatinya.
            Maka hendaknya bagi seorang mushalli terus meningkatkan kualitas sholatnya. Apabila sholatnya hari ini belum khusyu’ hendaknya dia memiliki keyakinan kuat bahwa esok hari pasti dia bisa khusyu’. Jika sholatnya hari ini masih belum sempurna kekhusyu’annya maka hendaknya dia meyakini besok bisa dia menyempurnakan rasa khusyu’nya. Dan yang tak kalah penting adalah hendaknya kita selalu memohon pertolongan kepada Allah untuk mempermudah urusan kita di dalam masalah ini.

3.      Selalu Bermuhasabah dan Merasa Diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla
Memperbanyak muhasabah (menghitung diri sendiri) serta mencela dan menyesali kemaksiatan yang telah dikerjakan merupakan salah satu sebab yang mampu menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholat. Sebagaimana yang telah Allah perintahkan di dalam Al-Qur’an.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hasyr : 18)
            Begitu pula dengan perkataan Umar bin Khattab rodhiyallahu ‘anhu,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ , يَوْمَ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ
“Hitunglah dirimu sendiri sebelum engkau dihitung, dan timbanglah dirimu sendiri sebelum engkau ditimbang, dan hiasilah (persiapkan) dirimu untuk hari pertemuan yang besar (hari kiamat), yaitu pada hari dimana setiap amalan yang akan ditampakkan tanpa ada satu amalanpun yang terlewatkan.”
            Disamping bermuhasabah hendaknya kita juga selalu menjauhi kemaksiatan meskipun itu hal yang sepele. Contohnya dengan tidak melihat ke arah yang dilarang untuk dilihat, menjaga lisan dari perkataan yang menyakiti orang lain, dan tidak menggunakan pendengaran untuk mendengarkan hal-hal yang dilarang. Justru sebaliknya, mata yang Allah anugerahkan kepada kita hendaknya digunakan untuk melihat hal-hal yang diperintahkan untuk dilihat, seperti Al-Qur’an dan buku-buku yang bermanfaat. Telinga yang kita miliki hendaknya digunakan untuk mendengar suatu hal yang baik dan bermanfaat.
            Karena tidak diragukan lagi bahwa kemaksiatan akan menghalangi seorang hamba dari manisnya ibadah. Maka seorang muslim yang mengetahui bahwa dia sedang berada di dalam kubangan kemaksiatan seharusnya segera bangkit untuk memperbaiki dirinya. Dan salah satu cara yang paling efektif untuk memperbaiki diri adalah dengan cara bermuhasabah.
4.      Mentadaburi Al-Qur’an dan Dzikir yang Dibaca Ketika Sholat
Memahami dan menghayati setiap bacaan sholat juga merupakan salah satu sebab hadirnya khusyu’ di dalam sholat. Disamping itu tidak memalingkan pandangan dari tempat sujud karena takut kepada Allah juga merupakan sebab yang lainnya. Karena sudah sepantasnya seorang hamba merasa takut ketika berdiri di hadapan Sang Pencipta ketika melaksanakan sholat. Sebagaimana yang telah Ibnul Qoyyim sampaikan di dalam kitabnya Al-Fawaid hal.200.
للْعَبد بَين يَدي الله موقفان موقف بَين يَدَيْهِ فِي الصَّلَاة وموقف بَين يَدَيْهِ يَوْم لِقَائِه فَمن قَامَ بِحَق الْموقف الأول هوّن عَلَيْهِ الْموقف الآخر وَمن استهان بِهَذَا الْموقف وَلم يوفّه حقّه شدّد عَلَيْهِ ذَلِك الْموقف
“Seorang hamba berada di hadapan Allah ketika dalam dua kondisi. Pertama yaitu ketika dia sedang melaksanan sholat, sedangkan kedua adalah ketika berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat. Maka siapa saja yang mampu berdiri dengan sempurna pada kondisi yang pertama (kondisi sholat), pasti dia akan dimudahkan ketika pertemuan yang kedua (hari kiamat). Namun sebaliknya, siapa saja yang meremehkan pertemuan pertamanya maka pasti akan merasa kesulitan pada pertemuan keduanya.”
            Maka sudah sepantasnya kita memberikan hak-hak Allah ketika kita sedang berdiri di hadapannya. Yaitu dengan melaksanakan sholat dengan tenang dan membayangkan bahwa sholat tersebut adalah sholat yang terakhir. Seandainya setiap orang yang sholat mampu berbuat seperti itu niscaya dia akan mampu menghadirkan khusyu’ di dalam sholatnya.

5.      Keinginan Kuat Untuk Menghadirkan Hati
Sesungguhnya rasa khusyu’ tidak akan mungkin bisa didapatkan kecuali dengan mengerahkan konsentrasi hati untuk menghadirkannya. Sedangkan bisa atau tidaknya hati untuk fokus terhadap sholat yang dikerjakannya sangat bergantung kepada tingkat keimanan yang dimiliki. Semakin tinggi imannya terhadap akhirat dan menganggap hina dunia maka semakin mudah pula dia meraih khusyu’ di dalam sholat.

6.      Berusaha Merasakan Kemanisan Sholat
Ibnu Taimiyah rohimahullah pernah mengabarkan tentang kelezatan yang bisa didapatkan ketika sholat.
إن في الدنيا جنة من لم يدخلها لم يدخل جنة الآخيرة
Sesungguhnya di dunia ada sebuah surga (yaitu manisnya ibadah), siapapun yang tidak bisa mendapatkan surga tersebut maka dia tidak akan bisa mendapatkan surga yang sesungguhnya di akhirat.”
            Dan sudah menjadi sebuah kepastian bahwa mendapatkan surga dunia tersebut bukanlah suatu perkara yang mudah. Sebagaimana yang pernah dituturkan Ibnul Qoyyim bahwasannya kelezatan tersebut akan didapatkan ketika seorang hamba memiliki rasa cinta yang kuat terhadap Allah subhanahu wata’ala. Dan rasa itu akan kembali pudar bersamaan dengan lemahnya rasa cinta seorang hamba tersebut kepada Allah.
           
7.      Bersegera Melaksanakan Sholat Ketika Sudah Masuk Waktunya
Bersegera berangkat untuk melaksanakan sholat adalah salah satu usaha untuk mepersiapkan hati sebelum menghadap Allah subhanahu wata’ala. Maka hendaknya seorang muslim berangkat lebih awal ke masjid dan mempersiapkan diri disana dengan cara membaca Al-Qur’an dan menghayatinya. Sehingga hal tersebut mampu memancing hati untuk lebih mudah menghadirkan rasa khusyu’ di dalam sholatnya.
Tentu sangat berbeda antara dua kondisi, yaitu seorang hamba yang mendatangi sholat tanpa persiapan sebelumnya, bahkan beberapa saat sebelum sholat dia baru saja sibuk dengan urusan dunianya. Dengan seorang hamba yang mempersiapkannya dengan baik, bahkan dia sempatkan menyisihkan waktunya sebelum menghadap Allah dengan membaca serta menghayati Firman-Nya. Tentu kondisi kedua ini jauh lebih utama dibandingkan dengan yang pertama.

8.      Malu Kepada Allah
Yaitu seorang hamba merasa malu kepada Allah apabila dia menghadap Allah dalam kondisi kering dari rasa khusyu’ dan takut. Maka perasaan malu inilah yang nantinya akan mendorong hamba tersebut untuk bersungguh-sungguh di dalam ibadahnya. Sehingga dari situ muncul perasaan takut dan khusyu’ kepada Allah.

9.      Belajar dari Generasi Salaf
 Belajarlah dari generasi salaful ummah tentang bagaimana mereka mengamalkan sholat dan bagaimana tingkat kekhusyu’an mereka di dalamnya!
Ibnu Taimiyah pernah mengatakan bahwasannya suatu ketika seorang sholeh bernama Muslim bin Yasar sedang mengerjakan sholat di dalam sebuah masjid kemudian masjid tersebut roboh. Namun beliau tidak merasa dan tetap tenang dengan sholatnya, padahal orang-orang di sekelilingnya lari berhamburan keluar masjid.
Kisah yang lainnya adalah dari sahabat Abdullah bin Zubair rodhiyallahu ‘anhu. Bahwasannya suatu hari beliau sholat di sebuah masjid kemudian ketika beliau dalam posisi sujud datang serangan dari musuh yang menghancurkan masjid. Namun beliau masih tenang dengan sujudnya dan tidak mengangkat kepalanya sedikitpun.
Itulah sembilan sebab yang dengan izin Allah ta’ala mampu membantu seorang hamba untuk menghadirkan khusyu’ di dalam sholatnya. Dan hanya kepada Allahlah kita memohon kekuatan agar mampu selalu istiqomah di jalan ketaatan kepada-Nya.