Pembelajaran Di Era Digital
Perlu mendapat perhatian bahwa
pembelajaran merupakan aktivitas yang berbeda dengan pengajaran, jika pengejaran
adalah aktivitas yang dipelopori dan didoniminasi oleh seorang pendidik, maka
pembelajaran adalah aktivitas yang disajikan oleh pendidik dan kemudian
diarahkan sepenuhnya untuk dimanfaatkan oleh peserta didik dalam menggali,
mengelola dan mengembagkan wawasan dan pengetahuan baru. Bagi pendidik, fokus
pada frame work ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi disorientasi pada
setiap aktivitas belajar di kelas yang akan dilaksanakan bersama. Kualitas
pembelajaran bisa disajikan dengan adanya kerja sama yang konstruktif antara
guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik.
Bagi seorang pendidik, kemampuan
menyajikan materi baru perlu dimiliki dengan sangat baik, jika tidak maka
peserta didik akan cederung lebih cepat bosan karena materi yang ditampilkan
tidak mimiliki nilai kebaruan. Inilah yang membedakan cara belajar siswa
milineal dengan cara belajar siswa dahulu. Materi yang tersusun dalam kurikulum
secara ensensial memang tidak banyak mengalami perubahan, akan tetapi dalam
kasus dan contoh yang ditampilkan di ruang belajar harus aplikatif dan memiliki
nilai kebaruan. Nuansa ini penting diciptakan agar siswa lebih cepat menangkap
dan memahami tema yang sedang dipelajari. Perlu diingat bahwa gaya belajar
siswa kini cenderung berpola convergen, siswa memiliki kencederungan untuk
menggali informasi secara acak dan jauh di luar apa yang ia inginkan.
Dari berbagai instrumen yang ada,
adanya persamaan kurikulum dalam berbagai tingkatan pendidikan di Indonesia
yang diberlakukan secara Nasional mestinya dapat dimanfaatkan oleh seorang
pendidik agar dapat mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Dalam proses
pembelajaran siswalah yang menjadi fokus kegiatan selama proses belajar
mengajar berlangsung. Karenanya desin kurikulum yang ada harus dapat
diterjemahkan oleh seorang pendidik pada tataran yang praktis, mudah,
measureble dan bersifat elastis dan dialektis. Jika kurikulum bersifat kaku
akan membatasi ruang “gerak” siswa dalam mengembangkan potensi kognitif, spikomotor
juga potensi afeksinya. Siswa pada posisi ini menjadi subjek yang diarahkan
untuk menemukan dan memahami materi pelajaran, dengan adanya pendekatan ini
siswa tidak lagi harus menunggu informasi dari guru, melainkan siswa memiliki
ruang untuk menemukan wawasan baru dengan desain dan materi yang telah
dirancang sebelumnya oleh guru.
Selanjutnya, pembiasaan belajar
secara mandiri perlu dikembangkan dan diinternalisasikan pada siswa. Dengan
segala potensi dan daya dukung yang dimiliki oleh siswa kemandirian belajar
perlu didukung dan diarahkan oleh seorang pendidik. Kemandirian dalam belajar
bukan berarti melepaskan tanggung jawab pendidik dalam membimbing dan
memfasilitasi peserta didik dalam belajar, akan tetapi hal ini dimaksudkan untuk
menstimulasi tanggung jawab, kreativitas dan membangun kemampuan berfikir logis
dan kritis. Dengan pendekatan seperti ini, aktivitas belajar siswa di era
digital akan menemukan satu pola yang terstruktur dan dapat berkesinambungan
dengan alur kurikulum yang telah ditentukan.
Perubahan paradigma dalam proses
KBM harus berubah, jika dahulu kebiasan belajar mengajar karena adanya guru
yang mengajar di kelas saat ini harus bergeser bahwa kegiatan belajar mengajar
adalah untuk memfasilitasi tumbuh kembangnya potensi siswa. Ini akan memiliki
implikasi yang berbeda, jika pengajaran hanya didominasi oleh guru maka target
dan strategi hanya sebatas dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Akan
tetapi jika proses KBM difokuskan pada kegiatan pembelajaran, maka seorang guru
akan bekerja keras untuk menemukan berbagai metode dan teknik agar proses KBM
dapat dinikmati oleh seluruh siswa. Dengan perubahan pendekatan dan strategi
yang digunakan, maka pendekatan pembelajaran akan melahirkan peserta didik yang
terbiasa berfikir konstruktif, kritis dan dapat menemukan jawaban atas
perseoalan yang dijumpai selama proses KBM berlangsung.
Kemajuan teknologi dalam
pembelajaran idealnya dapat dimanfatkan oleh pendidik dalam meningkatkan
potensi peserta didik, bukan sebaliknya. Kemampuan menggunakan teknologi
informasi antara siswa milenial dengan masa sebelumnya tentu berbeda. Sehingga
dengan bekal pengusaan teknologi informasi ini dapat dijadikan sebagai nilai
tambah dalam menunjang kegiatan belajar siswa di kelas. Jika pendekatan ini
dapat dimentenence dengan baik maka siklus kegiatan belajar mengajar akan
berjalan lebih cepat dengan variasi kegiatan yang lebih variatif. Bukan
sebaliknya, karena keterbatasan seorang pendidik dalam menggunakan teknologi
informasi lalu membatasi gerak siswa dalam menggunkannya.
Pendekatan pembelajaran di era digital
seharusnya memberikan ruang bagi siswa untuk belajar seketika (immediacy of
learning). Hal ini dapat mengurangi jurang pemisah antara di dalam dan di luar
sekolah. Perlu diperhatikan gaya belajar siswa era digital bukan saja meneliti
dan mengamati objek yang hanya ada di ruang kelas, akan tetapi mereka juga
terbiasa menyimpan dan mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari
ruang-ruang selain ruang kelas. Selain itu, siswa di era milenial juga terbiasa
mengungkapkan pengetahuannya secara langsung tanpa perlu dikonsep atau
dipersiapkan terlebih dahulu seperti siswa-siswa pada masa sebelum ini.
Perpaduan kemampuan baru ini tentu membutuhkan konsep pendekatan yang tepat
agar keberadaan siswa di kelas dianggap penting sehingga siswa memiliki semangat
dan spirit tinggi untuk menyelesaikan tugas belajarnya dengan lebih baik.
Dengan strategi pembelajaran yang
tepat, memungkinkan penyajian materi pelajaran lebih luas. Hal ini karena
adanya link and mach antar guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta
didik, sehingga dengan ketepatan pola yang dikembangkan potensi siswa sebagai
peserta didik dapat melesat bahkan dapat menembus ruang pengetahuan yang langka.
Dengan keleluasaan model pembelajaran yang dikembangkan oleh guru kepada
siswanya akan dapat menembus ruang-ruang geografi keilmuan yang semula hanya
dapat ditemui dan diperoleh dengan mendatanginya secara langsung, namun dengan
pendekatan semacam ini, ruang geografi keilmuan akan dapat ditembus tampa
mendatanginya secara langsung. Sekali lagi model pengajaran dan pembelajaran
memiliki fokus dan lokus yang berbeda, sehingga penting bagi guru sebgai
pendidik untuk mengambil peran dan memanfaatkannya dengan cermat
0 komentar :
Posting Komentar