Selasa, 10 Agustus 2021


 

Pembelajaran Di Era Digital

Perlu mendapat perhatian bahwa pembelajaran merupakan aktivitas yang berbeda dengan pengajaran, jika pengejaran adalah aktivitas yang dipelopori dan didoniminasi oleh seorang pendidik, maka pembelajaran adalah aktivitas yang disajikan oleh pendidik dan kemudian diarahkan sepenuhnya untuk dimanfaatkan oleh peserta didik dalam menggali, mengelola dan mengembagkan wawasan dan pengetahuan baru. Bagi pendidik, fokus pada frame work ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi disorientasi pada setiap aktivitas belajar di kelas yang akan dilaksanakan bersama. Kualitas pembelajaran bisa disajikan dengan adanya kerja sama yang konstruktif antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik.

Bagi seorang pendidik, kemampuan menyajikan materi baru perlu dimiliki dengan sangat baik, jika tidak maka peserta didik akan cederung lebih cepat bosan karena materi yang ditampilkan tidak mimiliki nilai kebaruan. Inilah yang membedakan cara belajar siswa milineal dengan cara belajar siswa dahulu. Materi yang tersusun dalam kurikulum secara ensensial memang tidak banyak mengalami perubahan, akan tetapi dalam kasus dan contoh yang ditampilkan di ruang belajar harus aplikatif dan memiliki nilai kebaruan. Nuansa ini penting diciptakan agar siswa lebih cepat menangkap dan memahami tema yang sedang dipelajari. Perlu diingat bahwa gaya belajar siswa kini cenderung berpola convergen, siswa memiliki kencederungan untuk menggali informasi secara acak dan jauh di luar apa yang ia inginkan.






Dari berbagai instrumen yang ada, adanya persamaan kurikulum dalam berbagai tingkatan pendidikan di Indonesia yang diberlakukan secara Nasional mestinya dapat dimanfaatkan oleh seorang pendidik agar dapat mengoptimalkan kemampuan peserta didik. Dalam proses pembelajaran siswalah yang menjadi fokus kegiatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Karenanya desin kurikulum yang ada harus dapat diterjemahkan oleh seorang pendidik pada tataran yang praktis, mudah, measureble dan bersifat elastis dan dialektis. Jika kurikulum bersifat kaku akan membatasi ruang “gerak” siswa dalam mengembangkan potensi kognitif, spikomotor juga potensi afeksinya. Siswa pada posisi ini menjadi subjek yang diarahkan untuk menemukan dan memahami materi pelajaran, dengan adanya pendekatan ini siswa tidak lagi harus menunggu informasi dari guru, melainkan siswa memiliki ruang untuk menemukan wawasan baru dengan desain dan materi yang telah dirancang sebelumnya oleh guru.

Selanjutnya, pembiasaan belajar secara mandiri perlu dikembangkan dan diinternalisasikan pada siswa. Dengan segala potensi dan daya dukung yang dimiliki oleh siswa kemandirian belajar perlu didukung dan diarahkan oleh seorang pendidik. Kemandirian dalam belajar bukan berarti melepaskan tanggung jawab pendidik dalam membimbing dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar, akan tetapi hal ini dimaksudkan untuk menstimulasi tanggung jawab, kreativitas dan membangun kemampuan berfikir logis dan kritis. Dengan pendekatan seperti ini, aktivitas belajar siswa di era digital akan menemukan satu pola yang terstruktur dan dapat berkesinambungan dengan alur kurikulum yang telah ditentukan.

Perubahan paradigma dalam proses KBM harus berubah, jika dahulu kebiasan belajar mengajar karena adanya guru yang mengajar di kelas saat ini harus bergeser bahwa kegiatan belajar mengajar adalah untuk memfasilitasi tumbuh kembangnya potensi siswa. Ini akan memiliki implikasi yang berbeda, jika pengajaran hanya didominasi oleh guru maka target dan strategi hanya sebatas dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Akan tetapi jika proses KBM difokuskan pada kegiatan pembelajaran, maka seorang guru akan bekerja keras untuk menemukan berbagai metode dan teknik agar proses KBM dapat dinikmati oleh seluruh siswa. Dengan perubahan pendekatan dan strategi yang digunakan, maka pendekatan pembelajaran akan melahirkan peserta didik yang terbiasa berfikir konstruktif, kritis dan dapat menemukan jawaban atas perseoalan yang dijumpai selama proses KBM berlangsung.

Kemajuan teknologi dalam pembelajaran idealnya dapat dimanfatkan oleh pendidik dalam meningkatkan potensi peserta didik, bukan sebaliknya. Kemampuan menggunakan teknologi informasi antara siswa milenial dengan masa sebelumnya tentu berbeda. Sehingga dengan bekal pengusaan teknologi informasi ini dapat dijadikan sebagai nilai tambah dalam menunjang kegiatan belajar siswa di kelas. Jika pendekatan ini dapat dimentenence dengan baik maka siklus kegiatan belajar mengajar akan berjalan lebih cepat dengan variasi kegiatan yang lebih variatif. Bukan sebaliknya, karena keterbatasan seorang pendidik dalam menggunakan teknologi informasi lalu membatasi gerak siswa dalam menggunkannya.



Pendekatan pembelajaran di era digital seharusnya memberikan ruang bagi siswa untuk belajar seketika (immediacy of learning). Hal ini dapat mengurangi jurang pemisah antara di dalam dan di luar sekolah. Perlu diperhatikan gaya belajar siswa era digital bukan saja meneliti dan mengamati objek yang hanya ada di ruang kelas, akan tetapi mereka juga terbiasa menyimpan dan mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari ruang-ruang selain ruang kelas. Selain itu, siswa di era milenial juga terbiasa mengungkapkan pengetahuannya secara langsung tanpa perlu dikonsep atau dipersiapkan terlebih dahulu seperti siswa-siswa pada masa sebelum ini. Perpaduan kemampuan baru ini tentu membutuhkan konsep pendekatan yang tepat agar keberadaan siswa di kelas dianggap penting sehingga siswa memiliki semangat dan spirit tinggi untuk menyelesaikan tugas belajarnya dengan lebih baik.

Dengan strategi pembelajaran yang tepat, memungkinkan penyajian materi pelajaran lebih luas. Hal ini karena adanya link and mach antar guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, sehingga dengan ketepatan pola yang dikembangkan potensi siswa sebagai peserta didik dapat melesat bahkan dapat menembus ruang pengetahuan yang langka. Dengan keleluasaan model pembelajaran yang dikembangkan oleh guru kepada siswanya akan dapat menembus ruang-ruang geografi keilmuan yang semula hanya dapat ditemui dan diperoleh dengan mendatanginya secara langsung, namun dengan pendekatan semacam ini, ruang geografi keilmuan akan dapat ditembus tampa mendatanginya secara langsung. Sekali lagi model pengajaran dan pembelajaran memiliki fokus dan lokus yang berbeda, sehingga penting bagi guru sebgai pendidik untuk mengambil peran dan memanfaatkannya dengan cermat

0 komentar :

Posting Komentar