النسخ في القرآن (Penghapusan di dalam Al-Qur’an)
النسخ
في القرآن
(Penghapusan di dalam Al-Qur’an)
I.
PENDAHULUAN
بسم
الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين الصلاة والسلام
على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
Segala puji hanya
milik Allah, Robb Semesta Alam. Yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai
mu’jizat Rosul terakhir-Nya. Sebuah kitab yang tidak memiliki keraguan di
dalamnya, yang tidak mungkin ada seorangpun yang mampu membuat semisalnya
meskipun seluruh makhluk bekerja sama untuk menandinginya.
Semoga sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad shollallahu
‘alaihi wa sallam. Seorang manusia yang mampu berakhlak dengan Al-Qur’an
serta mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Semoga kita semua dimasukkan ke
dalam kelompok umatnya yang setia sampai akhir zaman sehingga bisa menemuinya
dengan bangga kelak di Yaumul Qiyamah.
Al-Qur’an adalah
sebuah kitab suci yang mutlak kebenarannya. Meski demikian namun ternyata
banyak diantara kaum muslimin bahkan ulama yang salah mengambil sebuah
kesimpulan hukum dari Al-Qur’an. Diantara penyebab kesalahan ini adalah
pemahaman yang kurang mendalam tentang Ilmu Al-Qur’an. Padahal sejatinya Ilmu
Qur’an tidak akan terpisah dari Al-Qur’an itu sendiri. Jika ingin benar-benar
memahami Al-Qur’an maka juga harus mempelajari Ilmu Qur’an sehingga memperoleh
pemahaman yang benar.
Salah satu
diantara cabang Ilmu Qur’an yang paling penting adalah masalah penghapusan di
dalam Al-Qur’an. Jika kita melihat buku-buku para ulama tentang Ilmu Qur’an
maka masalah ini senantiasa mendapatkan posisi di antara substansi yang mereka
bahas. Misalnya dalam kitab Rowai’ul Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam karangan
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni pembahasan penghapusan di dalam
Al-Qur’an termuat di dalam bab ketiga dari buku beliau. Pembahasan ini dianggap
penting karena dengan mempelajari materi ini kita akan mengetahui
kaidah-kaidah penghapusan di dalam
Al-Qur’an. Kita juga akan mengetahui mana saja ayat dan hukum yang telah
dihapus atau diganti dengan hukum yang baru sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam pengambilan kesimpulan sebuah hukum.
Pentingnya materi inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah
ini. Tentunya kesalahan masih banyak ditemui di dalamnya, karena kebenaran
mutlak hanya milik Allah, maka koreksi serta saran sangat kami nantikan
kehadirannya. Semoga makalah ini bisa dijadikan salah satu bahan penambah
wawasan bagi pembacanya untuk memahami permasalahan penghapusan di dalam
Al-Qur’an.
II.
AYAT TENTANG PENGHAPUSAN DI DALAM AL-QUR’AN
مَا نَنْسَخْ مِنْ
آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ
أَنَّ الله عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ.
أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ وَمَنْ
يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (البقرة :
106-108)
“Ayat yang Kami hapuskan
atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau
yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu? Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan
tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah. Ataukah kamu hendak
meminta kepada Rasulmu (Muhammad) seperti halnya Musa (pernah) diminta (Bani
Israil) dahulu? Barang siapa mengganti iman dengan kekafiran, maka seunnguh,
dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Q.S.Al-Baqarah : 106-108)
III.
SEBAB TURUNNYA AYAT
1.
Diriwayatkan
bahwasannya orang-orang Yahudi berkata “tidakkah kalian heran dengan Muhammad?
Dia memerintahkan sahabatnya untuk melakukan sebuah hal kemudian setelah itu
melarangnya untuk berbuat hal tersebut dan memerintahkan kepada perkara yang
lainnya. Hari ini mengatakan sesuatu namun keesokan harinya sudah mengingkari
perkataannya. Sesungguhnya Al-Qur’an ini hanyalah perkataan Muhammad saja, yang
keluar dari hawa nafsunya sendiri. Sehingga sebagian ayat dengan yang lainnya
saling bertentangan.” Kemudian turunlah ayat ke 106-107:
مَا نَنْسَخْ مِنْ
آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا.........
2.
Dari
Ibnu Abbas bahwasannya beliau berkata, “sesungguhnya Abdullah bin Umayyah
Al-Makhzumi beserta beberapa orang Quraisy pernah mendatangi Rosulullah shollallahu
‘alaihi wa sallam kemudian mereka berkata, “Ya muhammad! Demi Allah kami
tidak akan beriman kepadamu sampai Engkau bisa memancarkan mata air dari bumi,
atau Engkau memiliki kebun kurma dan anggur, atau Engkau memiliki rumah yang
terbuat dari emas, atau Engkau mampu mendaki naik ke langit. Dan kami tidak
akan beriman kepadamu sampai turun kepada kami sebuah kitab langsung dari Allah
yang menerangkan bahwa Engkau adalah Rasulnya.” Maka Allah menurunkan ayat
ke-108:
أَمْ تُرِيدُونَ
أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ.........
IV.
PENGERTIAN AN-NASKHU
1.
Pengertian Secara Bahasa
a.
الإزالة (menghilangkan)
b.
النقل (memindah)
c.
التبديل (mengganti)
d.
التحويل (mengubah)
2.
Pengertian Secara Istilah
Berakhirnya sebuah kesimpulan hukum
dari sebuah ayat dan menggantinya dengan hukum yang lainnya. Ibnu Hajib
mengatakan An-Naskhu adalah menghapus sebuah hukum syar’i dengan menggunakan
dalil syar’i yang turun lebih akhir.
V.
HUKUM SYAR’I
1.
Apakah Diperbolehkan Menghapus Sebuah Syari’at Agama Samawi?
Jumhur Ulama telah bersepakat akan bolehnya menghapus sebuah
syari’at Agama Islam. Karena banyaknya dalil yang mendukung pendapat ini. di
antaranya:
a.
Firman
Allah subhanahu wa ta’ala.
وَإِذَا بَدَّلْنَا
آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَالله أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ
بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan apabila Kami
mengganti suatu ayat dengan ayat yang lain, dan Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata, “sesungguhnya Engkau (Muhammad) hanya
mengada-ada saja.” Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
b.
Pergantian
waktu masa Iddah seorang istri yang suaminya meninggal, dari satu tahun menjadi
empat bulan sepuluh hari. Ini berarti menunjukkan adanya sebuah ayat Al-Qur’an
yang dihapus hukumnya, yaitu Surat Al-Baqarah ayat ke-240 dan diganti hukumnya
dengan Surat Al-Baqarah ayat ke-234.
c.
Pergantian
arah kiblat dari Baitul Maqdis (Palestina) menuju Masjidil Haram (Makkah)
2.
Pembagian An-Naskhu di Dalam Al-Qur’an
a.
Menghapus
Ayat sekaligus hukumnya bersamaan.
b.
Menghapus
Ayat Al-Qur’an namun hukumnya tetap berlaku.
Diriwayatkan bahwasannya di dalam surat An-Nur dulunya ada sebuah
ayat yang berbunyi:
الشيخ والشيخة إذا
زنيا فرجموهما البتة نكالا من الله والله عزيز حكيم
“laki-laki yang sudah beristri dan wanita-wanita yang sudah
bersuami ketika mereka melakukan zina maka rajamlah keduanya sampai mati karena
kemaksiatan yang mereka lakukan kepada Allah, dan Allah itu Maha Perkasa dan
Maha Bijaksana.”
Umar bin Khattab
mengatakan, “seandainya aku tidak khawatir nanti manusia akan berkata Umar
telah menambah-nambahi kitab Allah, tentu sudah aku tulis ayat yang dihapuskan
ini dengan tanganku sendiri.”
c.
Menghapus
hukumnya namun ayatnya masih tetap tertulis di dalam Al-Qur’an.
Dan penghapusan jenis inilah yang biasanya sering terjadi di dalam
Al-Qur’an. Banyak ayat-ayat yang sampai hari ini masih tertulis didalamnya
padahal sejatinya hukum dari ayat tersebut sudah dihapus. Contohnya surat
Al-Baqarah ayat ke-180 tentang wasiat kepada ahli waris, surat Al-Baqarah ayat
ke-240 tentang lamanya masa iddah seorang istri yang suaminya meninggal, dll.
3.
Apakah Al-Qur’an Bisa Terhapus Dengan As-Sunnah (Hadits)?
Seluruh Ulama telah sepakat akan bolehnya menghapus sebuah ayat di
dalam Al-Qur’an dengan ayat yang lainnya. Namun menghapus sebuah ayat Al-Qur’an
dengan Hadits masih diperdebatkan, karena memang kedudukan Al-Qur’an diatas
hadits dari segi kuatnya periwatannya.
Imam Syafi’i berpendapat bahwasannya menghapus Al-Qur’an dengan
Hadits tidak diperbolehkan. Beliau berdalil dengan Surat Al-Baqarah ayat
ke-106.
“Ayat yang Kami hapuskan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti
Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.”
Kalimat “Kami
ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.” itu
menunjukkan bahwa yang mampu mengganti sebuah ayat Al-Qur’an hanya ayat
Al-Qur’an yang lainnya karena tidak ada yang lebih baik dari ayat Al-Qur’an
kecuali ayat Al-Qur’an yang lainnya.
Adapun Jumhur
Ulama berpendapat akan bolehnya menghapus sebuah ayat Al-Qur’an dengan hadits
shohih karena dari segi pengambilan hukum, Al-Qur’an dan Al-Hadits memiliki
kedudukan yang sama. Dalil yang menguatkan pendapat ini juga banyak,
diantaranya terhapusnya hukum Surat Al-Baqarah ayat ke-180 tentang wasiat untuk
ahli waris dan diganti dengan sabda Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallam, “tidak ada wasiat untuk ahli waris” (H.R. Ibnu Majah). Juga
dihapusnya hukum pada Surat An-Nur ayat kedua tentang hukuman cambuk atas
seorang pelaku zina yang sudah beristri/bersuami dengan diganti dengan perintah
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam untuk di rajam sampai mati.
4.
Penghapusan Syari’at Menjadi Syari’at yang Lebih Berat
Sebagian Ulama berpendapat bahwasannya tidak boleh mengganti sebuah
syari’at menjadi syari’at yang lebih berat. Karena Allah mengatakan “Kami
ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.” dan
sesuatu yang lebih baik itu tidak mungkin lebih memberatkan bagi ummatnya.
Namun Jumhur Ulama mengatakan bolehnya menghapus sebuah syari’at
menuju syari’at yang lebih berat karena bisa jadi hal yang lebih berat itu
lebih baik bagi ummatnya. Dan maksud perkataan Allah “lebih baik” itu
belum tentu maksudnya lebih ringan. Disamping itu Allah juga pernah mengganti
sebuah syari’at dengan syari’at baru yang lebih berat, contohnya Allah
mengganti syari’at Puasa Asy-Syura dengan Puasa Ramadhan. Juga mengganti
hukuman pezina muhson dari dicambuk dan diasingkan menjadi dirajam
sampai mati.
5.
Penghapusan Kisah di Dalam Al-Qur’an
Sebagian besar Ulama berkesimpulan bahwa an-naskhu hanya
terjadi pada ayat-ayat hukum (perintah atau larangan). Adapun sebuah kisah yang
tercantum di dalam Al-Qur’an tidak mungkin terhapuskan karena Allah tidak
mungkin bersifat pendusta dengan mengabarkan kisah palsu. Namun apabila di
dalam kisah tersebut terkandung sebuah hukum maka diperbolahkan menghapusnya.
Imam Qurthubi mengatakan, “sesungguhnya an-naskhu hanya
terjadi pada ayat-ayat tentang halal dan haram saja (hukum). Dan tidak mungkin
terjadi pada selainnya apalagi pada sebuah kisah.
VI.
PENUTUP
Demikian makalah singkat yang dapat kami uraikan. Semoga dapat
menambah wawasan pembacanya. Setiap tulisan yang ada pasti memiliki kekurangan dan
kesalahan kecuali Al-Qur’an. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan kedatangannya. Wallahu a’lam.
0 komentar :
Posting Komentar