النسخ في القرآن (Penghapusan di dalam Al-Qur’an)

Kamis, 08 Maret 2018

النسخ في القرآن (Penghapusan di dalam Al-Qur’an)



النسخ في القرآن
(Penghapusan di dalam Al-Qur’an)

       I.            PENDAHULUAN
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين الصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين وبعد
            Segala puji hanya milik Allah, Robb Semesta Alam. Yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai mu’jizat Rosul terakhir-Nya. Sebuah kitab yang tidak memiliki keraguan di dalamnya, yang tidak mungkin ada seorangpun yang mampu membuat semisalnya meskipun seluruh makhluk bekerja sama untuk menandinginya.
            Semoga sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang manusia yang mampu berakhlak dengan Al-Qur’an serta mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Semoga kita semua dimasukkan ke dalam kelompok umatnya yang setia sampai akhir zaman sehingga bisa menemuinya dengan bangga kelak di Yaumul Qiyamah.
            Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci yang mutlak kebenarannya. Meski demikian namun ternyata banyak diantara kaum muslimin bahkan ulama yang salah mengambil sebuah kesimpulan hukum dari Al-Qur’an. Diantara penyebab kesalahan ini adalah pemahaman yang kurang mendalam tentang Ilmu Al-Qur’an. Padahal sejatinya Ilmu Qur’an tidak akan terpisah dari Al-Qur’an itu sendiri. Jika ingin benar-benar memahami Al-Qur’an maka juga harus mempelajari Ilmu Qur’an sehingga memperoleh pemahaman yang benar.
            Salah satu diantara cabang Ilmu Qur’an yang paling penting adalah masalah penghapusan di dalam Al-Qur’an. Jika kita melihat buku-buku para ulama tentang Ilmu Qur’an maka masalah ini senantiasa mendapatkan posisi di antara substansi yang mereka bahas. Misalnya dalam kitab Rowai’ul Bayan Tafsir Ayat Al-Ahkam karangan Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni pembahasan penghapusan di dalam Al-Qur’an termuat di dalam bab ketiga dari buku beliau. Pembahasan ini dianggap penting karena dengan mempelajari materi ini kita akan mengetahui kaidah-kaidah  penghapusan di dalam Al-Qur’an. Kita juga akan mengetahui mana saja ayat dan hukum yang telah dihapus atau diganti dengan hukum yang baru sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan kesimpulan sebuah hukum.
Pentingnya materi inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini. Tentunya kesalahan masih banyak ditemui di dalamnya, karena kebenaran mutlak hanya milik Allah, maka koreksi serta saran sangat kami nantikan kehadirannya. Semoga makalah ini bisa dijadikan salah satu bahan penambah wawasan bagi pembacanya untuk memahami permasalahan penghapusan di dalam Al-Qur’an.

    II.            AYAT TENTANG PENGHAPUSAN DI DALAM AL-QUR’AN
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ الله عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ. أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (البقرة : 106-108)
“Ayat yang Kami hapuskan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah. Ataukah kamu hendak meminta kepada Rasulmu (Muhammad) seperti halnya Musa (pernah) diminta (Bani Israil) dahulu? Barang siapa mengganti iman dengan kekafiran, maka seunnguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Q.S.Al-Baqarah : 106-108)

 III.            SEBAB TURUNNYA AYAT
1.      Diriwayatkan bahwasannya orang-orang Yahudi berkata “tidakkah kalian heran dengan Muhammad? Dia memerintahkan sahabatnya untuk melakukan sebuah hal kemudian setelah itu melarangnya untuk berbuat hal tersebut dan memerintahkan kepada perkara yang lainnya. Hari ini mengatakan sesuatu namun keesokan harinya sudah mengingkari perkataannya. Sesungguhnya Al-Qur’an ini hanyalah perkataan Muhammad saja, yang keluar dari hawa nafsunya sendiri. Sehingga sebagian ayat dengan yang lainnya saling bertentangan.” Kemudian turunlah ayat  ke 106-107:
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا.........
2.      Dari Ibnu Abbas bahwasannya beliau berkata, “sesungguhnya Abdullah bin Umayyah Al-Makhzumi beserta beberapa orang Quraisy pernah mendatangi Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mereka berkata, “Ya muhammad! Demi Allah kami tidak akan beriman kepadamu sampai Engkau bisa memancarkan mata air dari bumi, atau Engkau memiliki kebun kurma dan anggur, atau Engkau memiliki rumah yang terbuat dari emas, atau Engkau mampu mendaki naik ke langit. Dan kami tidak akan beriman kepadamu sampai turun kepada kami sebuah kitab langsung dari Allah yang menerangkan bahwa Engkau adalah Rasulnya.” Maka Allah menurunkan ayat ke-108:
أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ.........
  IV.            PENGERTIAN AN-NASKHU
1.      Pengertian Secara Bahasa
a.       الإزالة (menghilangkan)
b.      النقل (memindah)
c.       التبديل (mengganti)
d.      التحويل (mengubah)
2.      Pengertian Secara Istilah
Berakhirnya sebuah kesimpulan hukum dari sebuah ayat dan menggantinya dengan hukum yang lainnya. Ibnu Hajib mengatakan An-Naskhu adalah menghapus sebuah hukum syar’i dengan menggunakan dalil syar’i yang turun lebih akhir.
    V.            HUKUM SYAR’I
1.      Apakah Diperbolehkan Menghapus Sebuah Syari’at Agama Samawi?
Jumhur Ulama telah bersepakat akan bolehnya menghapus sebuah syari’at Agama Islam. Karena banyaknya dalil yang mendukung pendapat ini. di antaranya:
a.       Firman Allah subhanahu wa ta’ala.
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ وَالله أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang lain, dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, “sesungguhnya Engkau (Muhammad) hanya mengada-ada saja.” Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
b.      Pergantian waktu masa Iddah seorang istri yang suaminya meninggal, dari satu tahun menjadi empat bulan sepuluh hari. Ini berarti menunjukkan adanya sebuah ayat Al-Qur’an yang dihapus hukumnya, yaitu Surat Al-Baqarah ayat ke-240 dan diganti hukumnya dengan Surat Al-Baqarah ayat ke-234.
c.       Pergantian arah kiblat dari Baitul Maqdis (Palestina) menuju Masjidil Haram (Makkah)

2.      Pembagian An-Naskhu di Dalam Al-Qur’an
a.       Menghapus Ayat sekaligus hukumnya bersamaan.
b.      Menghapus Ayat Al-Qur’an namun hukumnya tetap berlaku.
Diriwayatkan bahwasannya di dalam surat An-Nur dulunya ada sebuah ayat yang berbunyi:
الشيخ والشيخة إذا زنيا فرجموهما البتة نكالا من الله والله عزيز حكيم
“laki-laki yang sudah beristri dan wanita-wanita yang sudah bersuami ketika mereka melakukan zina maka rajamlah keduanya sampai mati karena kemaksiatan yang mereka lakukan kepada Allah, dan Allah itu Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.”
            Umar bin Khattab mengatakan, “seandainya aku tidak khawatir nanti manusia akan berkata Umar telah menambah-nambahi kitab Allah, tentu sudah aku tulis ayat yang dihapuskan ini dengan tanganku sendiri.”
c.       Menghapus hukumnya namun ayatnya masih tetap tertulis di dalam Al-Qur’an.
Dan penghapusan jenis inilah yang biasanya sering terjadi di dalam Al-Qur’an. Banyak ayat-ayat yang sampai hari ini masih tertulis didalamnya padahal sejatinya hukum dari ayat tersebut sudah dihapus. Contohnya surat Al-Baqarah ayat ke-180 tentang wasiat kepada ahli waris, surat Al-Baqarah ayat ke-240 tentang lamanya masa iddah seorang istri yang suaminya meninggal, dll.
3.      Apakah Al-Qur’an Bisa Terhapus Dengan As-Sunnah (Hadits)?
Seluruh Ulama telah sepakat akan bolehnya menghapus sebuah ayat di dalam Al-Qur’an dengan ayat yang lainnya. Namun menghapus sebuah ayat Al-Qur’an dengan Hadits masih diperdebatkan, karena memang kedudukan Al-Qur’an diatas hadits dari segi kuatnya periwatannya.
Imam Syafi’i berpendapat bahwasannya menghapus Al-Qur’an dengan Hadits tidak diperbolehkan. Beliau berdalil dengan Surat Al-Baqarah ayat ke-106.
“Ayat yang Kami hapuskan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.
            Kalimat Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.” itu menunjukkan bahwa yang mampu mengganti sebuah ayat Al-Qur’an hanya ayat Al-Qur’an yang lainnya karena tidak ada yang lebih baik dari ayat Al-Qur’an kecuali ayat Al-Qur’an yang lainnya.
            Adapun Jumhur Ulama berpendapat akan bolehnya menghapus sebuah ayat Al-Qur’an dengan hadits shohih karena dari segi pengambilan hukum, Al-Qur’an dan Al-Hadits memiliki kedudukan yang sama. Dalil yang menguatkan pendapat ini juga banyak, diantaranya terhapusnya hukum Surat Al-Baqarah ayat ke-180 tentang wasiat untuk ahli waris dan diganti dengan sabda Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, “tidak ada wasiat untuk ahli waris” (H.R. Ibnu Majah). Juga dihapusnya hukum pada Surat An-Nur ayat kedua tentang hukuman cambuk atas seorang pelaku zina yang sudah beristri/bersuami dengan diganti dengan perintah Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam untuk di rajam sampai mati.

4.      Penghapusan Syari’at Menjadi Syari’at yang Lebih Berat
Sebagian Ulama berpendapat bahwasannya tidak boleh mengganti sebuah syari’at menjadi syari’at yang lebih berat. Karena Allah mengatakan Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya.” dan sesuatu yang lebih baik itu tidak mungkin lebih memberatkan bagi ummatnya.
Namun Jumhur Ulama mengatakan bolehnya menghapus sebuah syari’at menuju syari’at yang lebih berat karena bisa jadi hal yang lebih berat itu lebih baik bagi ummatnya. Dan maksud perkataan Allah “lebih baik” itu belum tentu maksudnya lebih ringan. Disamping itu Allah juga pernah mengganti sebuah syari’at dengan syari’at baru yang lebih berat, contohnya Allah mengganti syari’at Puasa Asy-Syura dengan Puasa Ramadhan. Juga mengganti hukuman pezina muhson dari dicambuk dan diasingkan menjadi dirajam sampai mati.

5.      Penghapusan Kisah di Dalam Al-Qur’an
Sebagian besar Ulama berkesimpulan bahwa an-naskhu hanya terjadi pada ayat-ayat hukum (perintah atau larangan). Adapun sebuah kisah yang tercantum di dalam Al-Qur’an tidak mungkin terhapuskan karena Allah tidak mungkin bersifat pendusta dengan mengabarkan kisah palsu. Namun apabila di dalam kisah tersebut terkandung sebuah hukum maka diperbolahkan menghapusnya.
Imam Qurthubi mengatakan, “sesungguhnya an-naskhu hanya terjadi pada ayat-ayat tentang halal dan haram saja (hukum). Dan tidak mungkin terjadi pada selainnya apalagi pada sebuah kisah.









 VI.            PENUTUP
Demikian makalah singkat yang dapat kami uraikan. Semoga dapat menambah wawasan pembacanya. Setiap tulisan yang ada pasti memiliki kekurangan dan kesalahan kecuali Al-Qur’an. Maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan kedatangannya. Wallahu a’lam.

0 komentar :

Posting Komentar