Polemik Zakat PNS
POLEMIK ZAKAT PNS
Oleh : Fikri Ramadhan*
Keinginan pemerintah untuk memungut zakat bagi Aparatur Sipil Negara
(ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Muslim sepertinya sudah tak bisa dibendung
lagi. Kementrian Agama bahkan sedang mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres)
yang akan mengatur pungutan zakat sebesar 2,5 persen dari gaji ASN dan PNS.
Pemotongan tersebut hanya dikhususkan bagi yang muslim, sebab hanya umat Islam
yang memiliki kewajiban membayar zakat.
Mentri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa potensi zakat
yang berasal dari gaji ASN muslim bisa mencapai 10 triliun pertahun, dan akan
disalurkan untuk kemaslahatan masyarakat, mengentaskan kemiskinan, peningkatan
kesejahteraan baik di bidang sosial, pendidikan, kesehatan hingga bencana alam.
Bahkan, ada kemungkinan dana zakat tersebut akan digunakan untuk pembangunan
infrastruktur.
Menteri Agama menjelaskan dana pungutan itu akan disalurkan ke Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS). Badan tersebut merupakan lembaga yang bersifat nasional
dan berfungsi mengelola pengumpulan dana zakat. Dari dana tersebut, Baznas akan
memanfaatkannya untuk program peningkatan kesejahteraan. Untuk itu, saat ini
Kemenag sedang menyempurnakan mekanisme pungutan zakat ASN Muslim secara
tepat. Pembicaraan proses mekanisme itu masih sebatas pembahasan internal Kemenag
sekaligus berkoordinasi dengan BAZNAS dan lembaga amil resmi lainnya.
Sebenarnya pungutan zakat yang berasal dari gaji ASN dan PNS Muslim bukan
hal yang baru diterapkan. Sebelumnya pemerintah daerah juga sudah lebih dahulu
menerapkan aturan ini. Khusus untuk Aceh, selain undang-undang yang berlaku secara
nasional, Aceh memiliki sejumlah peraturan dalam bentuk qanun, peraturan Gubernur,
bahkan setingkat undang-undang, di antaranya Keputusan Gubernur NAD No. 18/2003,
tentang Tata kerja Badan Baitul Mal NAD, Qanun No. 7/2004, Tentang Pengelolaan
Zakat di Aceh, diganti dengan Qanun no. 10/2007, tentang Baitul Mal, Peraturan
Gubernur No.60/2008, Tentang Mekanisme Pengelolaan Zakat, Instruksi Gubernur No.
06/2008, Tentang Pemungutan zakat penghasilan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS),
Karyawan di lingkungan pemerintah, Instruksi Gubernur Provinsi NAD No. 12/2005
tentang Pemotongan Zakat Gaji dan Honorarium bagi setiap PNS dan pejabat di
lingkungan pemerintah Aceh.
Haruskah Gaji PNS Dipotong?
Memang benar bahwasanya ada regulasi yang mengatur soal zakat, namun
regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong
gaji PNS untuk keperluan zakat. Pemotongan gaji PNS sebesar 2,5 persen untuk zakat
tiap bulan tidak sesuai dengan Undang-Undang bahkan tidak memiliki landasan baik
yuridis, filosofis, maupun sosiologis. Tata cara penghitungan zakat mal diatur melalui
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 52 Tahun 2014. Pada Pasal 26 Ayat (1) dan
(2) PMA tersebut disebutkan bahwa nisab zakat pendapatan senilai 653 kilogram gabah
atau 524 kg beras. Sedangkan ukuran zakat pendapatan dan jasa sebesar 2,5 persen.
Pemerintah jelas tidak berhak untuk memotong gaji PNS dengan alasan zakat,
kesadaran zakat dikembalikan kepada individu masing-masing.
Jika kebijakan Mentri Agama ingin diterapkan tentu akan menjadi polemik di
kalangan ASN dan PNS muslim itu sendiri, sebab mereka harus merelakan gaji mereka
terpotong 2,5 persen perbulannya. Meskipun untuk zakat itu sendiri tidak ada
pemaksaan dari Kemenag, bahkan bagi yang keberatan diberikan keleluasaan untuk
menentukan kesediaannya. Jika kebijakan ini disahkan tentunya sosialisasi harus
dilakukan, sehingga ada akad bagi ASN muslim yang bersedia dan tidak.
Melihat wacana yang diacukan Kemenag, timbul kecurigaan dibalik penarikan
zakat PNS ini, apakah wacana zakat dari gaji PNS tersebut dikarenakan kas negara yang
sedang kering, sehingga kemudian mengambil hak PNS untuk menutupinya.
Kebanyakan pasti tidak berharap hal seperti ini, tentu pemerintah harus memberikan
kejelasan kepada publik. Pengelolaan dana zakat pun harusnya lebih transparan,
sehingga mereka yang akan dimintai zakatnya dan yang menyerahkan ke lembaga zakat
pemerintah bisa memantau penyaluran dana tersebut.
Kebijakan Kemenag tersebut harapannya perlu disempurnakan lagi, sehingga
tidak menciptakan pertentangan. Dan tentu itu butuh kesepakatan, antara pemotongan
langsung atau sifatnya sukarela. Seleksi PNS yang masuk kategori wajib zakat juga
mestinya dilakukan agar tidak menzhalimi mereka PNS yang bergaji kecil. Jika aturan
ini dipukul rata bagi semua PNS tentu sangat kasihan mereka yang mempunyai
tanggungan lain dan yang berkebutuhan besar. Dipikirkan lagi apakah dengan
kebijakan ini akan menambah kesejahteraan atau malah sebaliknya, menambah
kesulitan para PNS.
Kesejahteraan ASN dan PNS kita tentunya harus lebih diperhatikan pemerintah,
tidak bisa langsung saja mengambil hak mereka. Mengingat bahwa masih banyak PNS
kita yang jauh dari kata sejahtera, terus bagaimana jika gaji mereka terpotong tiap
bulannya. Jelaslah bahwa kebijakan ini bukan solusi dan ini akan berefek buruk bagi
kehidupan sosial kita. Pemerintah sebaiknya tidak perlu mengatur zakat penghasilan
dari para PNS yang beragama Islam. Lebih baik pemerintah fokus saja melakukan
reformasi birokrasi melalui perubahan mental PNS agar melayani rakyat dengan
sebaik-baiknya, bukan malah semakin menambah beban mereka.
Jika memang benar kebijakan ini akan diterapkan, maka pemerintah harus
menata mekanisme terkait rencana pungutan zakat bagi ASN Muslim. Lembaga yang
ditugasi memungut dan mengelola zakat ASN Muslim juga perlu diatur. Dan juga perlu
ada satu pandangan antarlembaga terkait pengelolaan dana zakat. Jangan sampai dana
zakat menjadi persoalan. Sebab, jika itu diberlakukan saat ini, masih ada kompleksitas
terkait zakat
*Mahasiswa Ma'had Aly Ta'hil Mudarrisin, Darusy Syahadah
0 komentar :
Posting Komentar